Sunday 13 September 2009

Mahasiswi pesta sex dengan pembantu supir tukang kebun

Pak Joko sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7 tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah kemalingan. Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku daridulu sebenarnya berniat mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur, maka kuurungkan niatku.

"Punten Neng, kalau misalnya ada perlu, Bapak pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja" pamitnya. Setelah Pak Joko meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari buku-buku kuliah itu. Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih terasa. Aku jadi ingin berenang rasanya, apalagi setelah kulihat kolam renang di belakang airnya bersih sekali, Pak Joko memang telaten merawat vila ini. Segera kuambil perlengkapan renangku dan menuju ke kolam.

Sesampainya disana kurasakan suasanya enak sekali, begitu tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin. Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi begini, bagimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada siapa-siapa lagi disini selain aku lagipula aku senang orang mengagumi keindahan tubuhku. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam. Aahh.. enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan. Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu ( karena aku tidak bisa, hehe.. )

20 menit lamanya aku berada di kolam, akupun merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam. Aku lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng coca- cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil suntan oilku dan kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan. Saking enaknya cuaca di sini membuatku mengantuk, hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis- habisan.

Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata bukan sekedar mimpi. Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit. Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia adalah Taryo, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu tepat di depan wajahku. "Sstt.. mendingan Neng nurut aja, di sini udah ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam!" ancamnya Aku mengangguk saja walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada mulutku "Hehehe.. udah lama saya pengen ngerasain ng***** sama Neng!" katanya sambil matanya menatapi dadaku "Ng***** ya ng*****, tapi yang sopan dong mintanya, gak usah kaya maling gitu!" kataku sewot.

Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan daridulu kalau ada wanita berenang di sini. Mengetahui Pak Joko sedang tidak di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke sini. Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat, namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi). "Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka baju juga, dari tadi pegang-pegang doang beraninya!" tantangku. "Hehe, iya Neng abis tetek Neng ini loh, montok banget sampe lupa deh" jawabnya seraya melepas baju lusuhnya. Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya si Wahyu, tukang air yang pernah main denganku (baca Tukang Air, Listrik, dan Bangunan).

Dia duduk di pinggir kursi santai dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan menggosok-gosok bibirnya. "Eenghh.. terus Tar.. oohh!" desahku sambil meremasi rambut Taryo yang sedang mengisap payudaraku. Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat. Dengan merem melek aku menjambak rambut si Taryo yang sedang menyeruput vaginaku. Perasaan itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Taryo melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.

Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya agak bau, entah bau rokok atau jengkol. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya. "Gua ga tahan lagi Tar, sini gua emut yang punya lu" kataku. Si Taryo langsung bangkit dan berdiri di sampingku menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam benda itu, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.

Mulutku terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip helm itu, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju- mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan. "Eemmpp.. emmphh.. nngg.. !" aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan cairan itu, tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku, kacamata hitamku juga basah kecipratan maninya.

Kulepaskan kacamata hitam itu, lalu kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu terbuka dan Pak Joko muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya, aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku. "Eehh.. maaf Neng, Bapak cuma mau ngambil uang Bapak di kamar, ga tau kalo Neng lagi gituan" katanya terbata-bata. Karena sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya. "Ah.. ga apa-apa Pak, mending Bapak ikutan aja yuk!" godaku. Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku. Aku mengelus-elus batangnya dari luar membuatnya terangsang.

Akhirnya dia mulai berani memegang payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya. "Neng, tetek Neng gede juga yah.. enak yah diginiin sama Bapak?" Sambil tangannya terus meremasi payudaraku. Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka celana panjangnya, setelah itu saya turunkan juga celana kolornya. Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung, jari-jariku pun mulai menggenggamnya. Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulut, kujilati dan kuemut- emut hingga pemiliknya mengerang keenakan "Wah, Pak Joko sama majikan sendiri aja malu-malu!" seru si Taryo yang memperhatikan Pak Joko agak grogi menikmati oral seks-ku.

Taryo lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kemaluannya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua penis yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Taryo pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku. Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam vaginaku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudaraku. Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada penis Pak Joko makin bersemangat.

Rupanya aku telah membuat Pak Joko ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku dengan memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja disenggamai dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghujam ke tubuhku. Perasaan ini sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Taryo menyentuh bagian terdalam dari rahimku dan ketika penis Pak Joko menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku. Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Joko. Bersamaan dengan itu pula genjotan si Taryo terasa makin bertenaga. Kami pun mencapai orgasme bersamaan, aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku, dari selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan.

Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya. "Neng, boleh ga Bapak masukin anu Bapak ke itunya Neng?" tanya Pak Joko lembut. Saya cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi, "Tapi Neng istirahat aja dulu, kayanya Neng masih cape sih". Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Taryo duduk di sebelah kiriku dan Pak Joko di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. Yang satu ditepis yang lain hinggap di bagian lainnya, lama-lama ya aku biarkan saja, lagipula aku menikmatinya kok.

"Neng, Bapak masukin sekarang aja yah, udah ga tahan daritadi belum rasain itunya Neng" kata Pak Joko mengambil posisi berlutut di depanku. Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala merestuinya, dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vaginaku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Taryo yang sedang menjilati leher di bawah telingaku. "Aahh.. Pak cepet masukin dong, udah kebelet nih!" desahku tak tertahankan. Aku meringis saat dia mulai menekan masuk penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.

"Wah.. seret banget memeknya Neng, kalo tau gini udah dari dulu Bapak *****in" ceracaunya. "Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih piktor, gua kira lu alim" kataku dalam hati. Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi itu, dia melepas penisnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke penisnya. Dengan refleks akupun menggenggam penis itu sambil menurunkan tubuhku hingga benda itu amblas ke dalamku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang padat berisi itu, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua payudaraku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Pak Joko memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun, anak majikannya sendiri, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak dirasakannya.

Goyangan kami terhenti sejenak ketika Taryo tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Joko. Taryo membuka pantatku dan mengarahkan penisnya ke sana "Aduuh.. pelan-pelan Tar, sakit tau.. aww!" rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya. Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua batang penis besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan- lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Taryo menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Taryo malah makin buas menggenjotku. Pak Joko melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut.

Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Joko erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Pak Joko. Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, putingku disedot kuat-kuat oleh Pak Joko, dan Taryo menjambak rambutku. Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku, di air nampak sedikit cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan penis masih tertancap.

Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh.. ternyata mereka mengikutiku dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka senang. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir "Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih" disambut gelak tawa kami. Setelah itu, giliran akulah yang memandikan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun kembali digarap di kamar mandi.

Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku. Sejak itu kalau ada sex party di vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku, mereka pun senang karena bisa merasakan tubuhku dan teman- teman kuliahku yang masih muda dan cantik.

jilatan lidahku pada vagina dan klitoris baby sitter

Babby sitter yang satu ini memang agak berbeda dari semua babby sitter terdahulu. Kelima babby sitter sebelumnya yang sempat bekerja di tempat kami, rata-rata berusia dibawah 30 puluh tahun, bahkan ada yang baru berusia 19 tahun, namun babby sitter yang terakhir ini adalah seorang janda berusia 48 tahun. Kami memanggilnya Bu Darsih, bertubuh besar untuk ukuran seorang wanita (tingginya kurang lebih 165 cm), agak gemuk sebagaimana umumnya wanita paruh baya. Pada awalnya kami agak ragu kalau Bu Darsih ini akan sanggup merawat Rio putra kami, mengingat Bu Darsih sudah berumur, sementara Rio sangat hiperaktif, sehingga merawat Rio akan lebih melelahkan dibandingkan merawat anak-anak lain pada umumnya. Ternyata perkiraan kami salah, dan cukup surprise, ternyata Bu Darsih dapat merawat Rio dengan baik. Bahkan ada kejadian yang lebih mengejutkan lagi, dan ini yang ingin kuceritakan pada kesempatan ini.

Kami memiliki acara rutin, yaitu berenang yang kami lakukan seminggu sekali setiap hari Sabtu sore. Aku dan istriku selalu mengajak Rio berenang di gelanggang renang Ancol, dan biasanya selalu ada dua atau tiga orang anak tetangga teman bermain Rio yang ikut berenang bersama kami. Babby sitter selalu kami ajak ikut serta untuk membantu mengawasi anak-anak, meskipun tidak ikut berenang.

Sebagaimana biasanya, pada hari Sabtu kami pergi gelanggang renang Ancol, namun kali ini istriku tidak dapat ikut. Istriku pulang ke Yogyakarta yang rutin dilakukannya enam bulan sekali untuk menjenguk keluarga di sana, terutama orangtuanya (mertuaku), sehingga pada acara berenang kali ini, yang ikut hanya aku, Rio beserta lima orang temannya serta tidak ketinggalan Bu Darsih. Karena istriku tidak ikut, sementara teman Rio yang ikut lebih banyak dari biasanya, yaitu sampai lima orang (biasanya paling banyak tiga orang), aku berfikir bahwa Bu Darsih perlu ikut turun ke air untuk membantu mengawasi anak-anak. Masalahnya keselamatan anak-anak tetangga juga merupakan tanggung jawabku.

Menurut keterangannya, Bu Darsih dapat berenang, tetapi dia tidak memiliki pakaian renang. Bagiku, yang penting Bu Darsih dapat berenang, karena soal pakaian renang adalah soal mudah, tinggal beli saja, beres.

Sesampainya di kolam renang, aku mampir sebentar di sebuah kios yang menjual perlengkapan renang untuk membelikan baju renang Bu Darsih. Untungnya ada nomor yang pas untuknya, karena baju renang ukuran besar tidak begitu banyak. Setelah itu seperti biasanya, aku selalu menyewa kamar bilas keluarga yang dapat disewa per tiga jam. Aku selalu menyewa kamar bilas keluarga, karena kupikir lebih praktis. Di kamar bilas itu kami sekeluarga dapat berkumpul dan tidak perlu terpisah seperti di kamar bilas umum yang dipisahkan antara kamar bilas untuk pria dan wanita. Disamping itu, di kamar bilas keluarga semua perlengkapan, pakaian, tas dan sebagainya dapat disimpan di kamar bilas tersebut, tinggal dikunci dan beres, tidak perlu repot-repot antri ke tempat penitipan pakaian yang melelahkan, ditambah resiko kehilangan barang-barang. Shower juga sudah tersedia di dalam kamar bilas, tidak perlu repot-repot keluar kamar, ada air panasnya lagi. Begitu praktis, sehingga mengawasi anak-anak pun jadi lebih mudah.

Rio dan teman-temannya begitu antusias, di kamar bilas mereka mengganti pakaian dengan tergesa-gesa. Dan setelah selesai, mereka semua langsung lari ke kolam tanpa tunggu-tunggu lagi. Setelah semua anak-anak keluar menuju kolam, aku segera melepas pakaianku. Setelah aku telanjang bulat, aku bergegas menuju shower, namun... astaga... aku baru sadar kalau ternyata ada Bu Darsih di kamar bilas itu. Kulihat Bu Darsih mesem-mesem (tersipu malu) sambil mencari-cari sesuatu dari tasnya. Aku pun pura-pura bersikap biasa, seolah-olah telanjang bulat di depan Bu Darsih merupakan hal yang lumrah bagiku, padahal itu kulakukan untuk mengusir rasa malu.

Dengan sok berlagak tenang, aku menyuruh Bu Darsih untuk segera ganti pakaian.
"Ayo.. Bu Darsih.. cepat ganti baju.. itu anak-anak nggak ada yang ngejagain.."
Semua ucapanku itu betul-betul hanya bertujuan untuk mengusir rasa malu karena sudah terlanjur telanjang, sementara itu kulihat Bu Darsih terus saja mesem-mesem, dan ini mengundang perasaan aneh pada diriku. Sebetulnya aku mengerti makna mesem-mesemnya Bu Darsih, aku yakin kalau mesem-mesem-nya berkaitan erat dengan keadaanku yang sedang telanjang ini.
"Forget it..!" kupikir sambil tetap telanjang bulat, akhirnya aku langsung menuju shower untuk membasahi tubuhku, hal yang biasa kulakukan sebelum berenang.
Lyd
April 4th, 2007, 14:48
Saat berada di bawah kucuran shower, aku sempat memperhatikan Bu Darsih saat sedang menanggalkan seragam babby sitternya yang berwarna putih, dan masih saja sambil mesem-mesem. Mungkin dia pikir buat apa malu-malu telanjang dihadapan majikannya ini, toh majikannya saja tidak malu telanjang bulat dihadapannya, semua ini membuat perasaan mesum mulai menjalari tubuhku. Selanjut pemandangan di hadapanku menjadi semakin mendebarkan. Bu Darsih sambil terus mesem-mesem sendiri mulai menanggalkan pakaian dalamnya, jantungku berdebar keras, apalagi disaat dia melepaskan kait-kait BH-nya, serta meloloskan tali-tali BH tersebut dari lengannya.

Belum pernah terbayangkan dalam pikiranku melihat Bu Darsih dalam keadaan yang kulihat saat ini. Selama ini gairahku sama sekali tidak pernah terusik oleh wanita paruh baya itu yang bertubuh besar dan agak gembrot, serta mengenakan pakaian seragam putih. Namun pemandangan di hadapanku kali ini sungguh-sungguh berbeda. Payudara yang sungguh besar dan montok dengan puting payudara yang lebar berwarna coklat gelap, menggantung di dadanya, begitu menggetarkan kalbuku. Apalagi saat dia memelorotkan celana dalamnya, membuat rambut lebat di kedua pangkal pahanya yang montok begitu jelas terpandang, sungguh membuat darahku menjadi berdesir dengan derasnya. Jantungku semakin berdetak tidak beraturan, dan tubuhku gemetar menahan gairah yang kali ini terusik oleh pemandangan yang sungguh benar-benar lain dari biasanya, serta tidak pernah terbayangkan sebelumnya olehku.

Disaat Bu Darsih hendak mengenakan pakaian renangnya, secara refleks aku langsung berkata kepadanya, "Ayoh... Bu Darsih.., mandi dulu... supaya nggak keram di kolam."
Sebetulnya, ucapanku hanyalah akal bulusku yang semata-mata hanya agar aku dapat menikmati pemandangan tubuh bugil Bu Darsih lebih lama lagi. Namun ternyata, 'Pucuk dicinta ulam tiba', Bu Darsih batal mengenakan pakaian renangnya, dan melemparnya ke atas jok empuk berkulit plastik yang ada di kamar bilas itu. Lantas sambil terus mesem-mesem dan masih telanjang bulat, Bu Darsih melangkah menuju shower. Aku sedikit menggeser posisi berdiriku di bawah shower untuk memberi tempat bagi Bu Darsih.
Tubuh telanjangnya yang begitu montok dan besar, bergidik kedinginan saat air yang memancar dari shower menerpa tubuhnya. Bu Darsih mengusap-usap wajahnya yang terguyur air shower. Birahi yang sudah menguasai diriku membuatku nekat menjamah payudaranya yang sangat besar itu.., sungguh aku sangat gemetaran, takut kalau-kalau Bu Darsih menolak untuk disentuh. Tetapi ternyata Bu Darsih hanya diam saja saat aku mengusap-usap payudaranya. Hal ini membuatku nekat untuk berlanjut menjamah kemaluannya. Disaat jemariku menyentuh kemaluannya yang berambut lebat itu, dalam waktu yang hampir bersamaan tangan Bu Darsih juga menjamah batang penisku yang tengah tegang. Dia terus-terusan mengusap dan mengelus batang penisku.

Kupandangi wajah Bu Darsih, matanya menatap nakal dengan senyuman bandel di bibirnya. Wanita paruh baya itu ternyata begitu menggairahkan. Tanpa kuminta, Bu Darsih kemudian berjongkok di hadapanku, dia segera mengulum dan menjilati batang penisku sampai menimbulkan bunyi yang begitu khas. Keahliannya menyedot dan mengulum batang penisku begitu luar biasa, membuatku tidak dapat menahan diri lagi. Kutarik tangannya mengajak berdiri, lalu menggiringnya menuju jok berkulit plastik di kamar bilas itu. Kubimbing agar Bu Darsih duduk di jok empuk itu, dan tanpa kuminta, Bu Darsih pun langsung membengkangkan kedua kakinya, sehingga kemaluannya yang besar menantang di hadapanku. Tanpa buang-buang waktu, aku langsung menyibakkan rambut lebat yang menutupi vaginanya, sehingga kudapati bibir-bibir vagina yang tebal berwarna hitam kecoklatan. Lendir putih mengalir dari bibir-bibir vagina yang mulai merekah itu yang merupakan pertanda birahi luar biasa yang telah menghinggapi dirinya.

Saat bibir-bibir vagina itu ku renggangkan, muncul klitoris sebesar kacang tanah seperti menuntut untuk dijilati. Belum pernah kulihat klitoris sebesar itu, juga bibir-bibir vagina yang begitu tebal, mungkin karena badannya besar membuat klitoris-nya juga jadi besar sesuai dengan ukuran badannya yang juga besar dan gemuk. Kujilati klitoris itu dengan buas, membuat Bu Darsih mendesah keras, tubuhnya menjadi kejang dan gemetar menahan kenikmatan itu, pinggulnya terangkat menyambut jilatan lidahku pada vagina dan klitoris-nya. Vaginanya menjadi semakin menganga lebar, membuat dinding vaginanya yang merah menjadi jelas terlihat seperti menyampaikan kesiapannya untuk menerima coblosan batang penisku.
Akhirnya, "Bleesss..!" kubenamkan batang penisku ke lubang vaginanya.
Terasa begitu sempit dan menggigit, mungkin akibat Bu Darsih yang telah hampir 20 tahun menjanda, membuat otot-otot vaginanya kembali menguat.

Tubuh kami berguncang-guncang dahsyat di atas jok itu saling menekan, sementara batang penisku keluar masuk lubang vaginanya menggesek dan menggaruk dinding-dinding vagina yang sudah begitu gatal selama ini. Kujejalkan penisku lebih dalam lagi, Bu Darsih pun menyambut dengan mendorong pinggulnya supaya penisku masuk ke tempat yang paling dalam. Sementara itu jempol serta telunjukku memilin-milin klitoris-nya, membuat Bu Darsih mengalami kenikmatan yang sangat dahsyat, sampai-sampai matanya mendelik, sementara desahan dan erangan keras silih berganti mengiringi orgasme yang dirasakannya.

Spermaku menyembur deras di dalam lubang vagina Bu Darsih dan membanjiri rahimnya. Tubuhku menggeletak lemas di atas tubuhnya dengan batang penis yang masih terbenam di lubang vaginanya untuk beberapa waktu. Saat kucabut batang penisku, Bu Darsih kembali merenggut batang penisku dan memerasnya dengan begitu bernafsu, sehingga sisa-sisa sperma yang telah bercampur lendir vaginanya meleleh keluar dan langsung ditampung dengan lidahnya.

Setelah kejadian yang mengejutkan dan menegangkan itu, kami melanjutkan acara berenang, sementara hubunganku dengan Bu Darsih berjalan seperti biasa. Bu Darsih tetap bersikap sebagaimana aku adalah majikannya. Hanya disaat istriku meleng, kami pun langsung bergelut setubuh di atas ranjang tanpa malu-malu dan tanpa basa-basi. Namun selain di ranjang, sikapnya terhadap diriku begitu wajar seperti sediakala, bahkan meskipun istriku sedang tidak di rumah, sikapnya tetap saja begitu wajar. Sama sekali tidak tercermin di wajahnya maupun di sikapnya kalau wanita paruh baya itu sebetulnya bandel dan sering bergelut senggama dengan diriku. Wajah liar penuh birahi, mata binal, senyum nakal dan kebuasannya hanya muncul saat berada di atas ranjang.

Saturday 12 September 2009

nikmat dua kemaluan saling bergesekan keluar masuk ahhh

Kejadian ini bermula pada waktu kira-kira 4 bulan yang lalu. Tepatnya hari itu hari Selasa kira-kira jam 14:12, aku sendiri bingung hari itu beda sekali, karena hari itu terlihat mendung tapi tidak hujan-hujan. Teman satu kostan-ku mengatakan kepadaku bahwa nanti temanya anak SMU akan datang ke kost ini, kebetulan temanku itu anak sekolahan juga dan hanya dia yang anak SMU di kost tersebut.

Setelah lama menunggu akhirnya orang yang ditunggu datang juga, kemudian temanku langsung mengajaknya ke tempat kamarku yang berada di lantai atas. Akhirnya aku dikenali sama perempuan tersebut, sebut saja namanya Ria. Lama-lama kami ngobrol akhirnya baru aku sadari bahwahari menjelang sore. Kami bertiga bersama dengan temanku nonton TV yang ada di kamarku. Lama-lama kemudian temanku pamitan mau pergi ke tempat temannya, katanya sih ada tugas.

Akhirnya singkat cerita kami berdua di tinggal berdua dengan Ria. Aku memang tergolong cowok yang keren, Tinggi 175 cm, dengan berat badan 62 kg, rambut gelombang tampang yang benar-benar cute, kata teman-teman sih. Ria hanya menatapku tanpa berkedip, akhirnya dia memberanikan diri untuk menggelitikku dan aku tidak tahu darimana dia mengetahui kelemahanku yang sangatvital itu kontan saja aku langsung kaget dan balik membalas serangan Ria yang terus menerus menggelitikiku. Lama kami bercanda-canda dan sambil tertawa, dan kemudian diam sejenak seperti ada yang lewat kami saling berpandang, kemudian tanpa kusadari Ria mencium bibirku dan aku hanya diam kaget bercampur bingung.

Akhirnya dilepaskannya lagi ciumannya yang ada di bibirku, aku pun heran kenapa sih nih anak? pikirku dalam hati. Ria pun kembali tidur-tiduran di kasur dan sambil menatapku dengan mata yang uih... entah aku tidak tahu mata itu seolah-olah ingin menerkamku. Akhirnya dia melumat kembali bibirku dan kali ini kubalas lumatan bibirnya dengan hisapan-hisapan kecil di bibir bawah dan atasnya. Lama kami berciuman dan terus tanpa kusadari pintu kamar belum tertutup, Ria pun memintaku agar menutup pintu kamarku, entah angin apa aku hanya nurut saja tanpa banyak protes untuk membantah kata-katanya.

Setelah aku menutup pintu kamar kost-ku Ria langsung memelukku dari belakang dan mencumbuku habis-habisan. Kemudian kurebahkan Ria di kasur dan kami saling berciuman mesra, aku memberanikan diri untuk menyentuh buah dadanya Ria yang kira-kira berukuran berapa ya...? 34 kali, aku tidak tahu jelas tapi sepertinya begitu deh, karena baru kali ini aku menuruni BH cewek. Dia mengenakan tengtop dan memakai sweater kecil berwarna hitam. Aku menurunkan tengtop-nya tanpa membuka kutangnya. Kulihat buah dada tersebut... uih sepertinya empuk benar, biasanya aku paling-paling lihat di BF dan sekarang itu benar-benar terjadi di depan mataku saat ini.

Tanpa pikir panjang, kusedot saja buah dada Ria yang kanan dan yang kirinya aku pelintir-pelintir seperti mencari gelombang radio. Ria hanya mendesah, "Aaahhh... aaahhh... uuhhh..."Aku tidak menghiraukan gelagat Ria yang sepertinya benar-benar sedang bernafsu tinggi. Kemudian aku pun kepingin membuka tali BH tengtop-nya. Kusuruh Ria untuk jongkok dan kemudian baru aku melihat ke belakang Ria, untuk mencari resliting kutangnya. Akhirnya ketemu juga dan gundukan payudara tersebut lebih mencuat lagi karena Ria yang baru duduk di bangku SMU kelas 2 dengan paras yang aduhai sehingga pergumulan ini bisa terjadi. Dengan rakusnya kembali kulumat dada Ria yang tampak kembali mengeras, perlahan-lahan ciumanku pun turun ke bawah ke perut Ria dan aku melihat celana hitam Ria yang belum terbuka dan dia hanya telanjang dada.

Aku memberanikan diri untuk menurunkan celana panjang Ria, dan Ria pun membantu dengan mengangkat kedua pinggulnya. Ria pun tertawa dan berkata, "Hayo tidak bisa dibuka, soalnya Ria mempunyai celana pendek yang berwarna hitam satu lagi..." ejek Ria sambil tersenyum girang.Aku pun dengan cueknya menurunkanya kembali celana tersebut, dan kali ini barulah kelihatan celana dalam yang berwarna cream dan dipinggir-pinggirnya seperti ada motif bunga-bunga, aku pun menurunkanya kembali celana dalam milik Ria dan tampaklah kali ini Ria dalam keadaanbugil tanpa mengenakan apapun. Barulah aku melihat pemandangan yang benar-benar terjadi karena selama ini aku hanya berani berilusi dan nonton tidak pernah berbuat yang sebenarnya.

Aku pandangi dengan seksama kemaluan Ria dengan seksama yang sudah ditumbuhi bebuluan yang kira-kira panjangnya hanya 2 cm tapi sedikit, ingin rasanya mencium dan mengetahui aroma kemaluan Ria. Aku pun mencoba mencium perut Ria dan pusarnya perlahan tapi pasti, ketika hampir mengenai sasaran kemaluannya Ria pun menghindari dan mengatakan, "Jangan dicium memeknya akh.. geliii..." Ria mengatakan sambil menutup rapat kedua selangkangannya.

Yah, mau bagaimana lagi, langsung saja kutindih Ria, kucium-cium sambil tangan kiriku memegang kemaluan Ria dan berusaha memasukkanya ke dalam selangkangan Ria. Eh, Ria berontak iiihhh... ge.. li.." ujar Ria. Tahu-tahu Ria mendorong badanku dan terbaliklah keadaan sekarang, aku yang tadinya berada di atas kini berubah dan berganti aku yang berada di bawah, kuat sekali dorongan perempuan yang berbobot kira-kira 45 kg dengan tinggi 160 cm ini, pikirku dalam hati. "Eh... buka dong bajunya! masak sih Ria doang yang bugil Andinya tidak...?" ujar Ria sambil mencopotkanbaju kaos yang kukenakan dan aku lagi-lagi hanya diam dan menuruti apa yang Ria inginkan.

Setelah membuka baju kaosku, tangan kanan Ria masuk ke dalam celana pendekku dan bibirnya sambil melumat bibirku. Gila pikirku dalam hati, nih cewek kayaknya sdah berpengalaman dan dia lebih berpengalaman dariku. Perlahan-lahan Ria mulai menurunkan celana pendekku dan muncullah kemaluanku yang besarnya minta ampun (kira-kira 22 cm). Dan Ria berdecak kagum dengan kejantananku, tanpa basa-basi Ria memegangnya dan membimbingnya untuk masuk ke dalam liang senggama miliknya Ria, langsung saja kutepis dan tidak jadi barang tersebut masuk ke lubang kemaluan Ria. "Eh, jangan dong kalau buat yang satu ini, soalnya gue belum pernah ngelakuinnya..." ujarku polos. "Ngapain kita udah bugil gini kalau kita tidak ngapa-ngapain, mendingan tadi kita tidak usah buka pakaian segala," ujar Ria dengan nada tinggi.

Akhirnya aku diam dan aku hanya menempelkan kemaluanku di permukaan kemaluan Ria tanpa memasukkanya. "Begini aja ya...?" ujarku dengan nada polos. Ria hanya mengangguk dan begitu terasanya kemaluanku bergesek di bibir kemaluan Ria tanpa dimasukkan ke dalam lubang vaginanya milik Ria, aku hanya memegang kedua buah pantat Ria yang montok dan secara sembunyi-sembunyiaku menyentuh bibir kemaluan Ria, lama kami hanya bergesekan dan tanpa kusadari akhirnya kemaluanku masuk di dalam kemaluan Ria dan Ria terus-terusan menggoyang pantatnya naik-turun.Aku kaget dan bercampur dengan ketakutan yang luar bisa, karena keperawanan dalam hal ML yang aku jaga selama ini akhirnya hilang gara-gara anak SMU. Padahal sebelum-sebelumnya sudah ada yang mau menawari juga dan dia masih perawan lebih cantik lagi aku tolak dan sekarang hanya dengan anak SMU perjakaku hilang.

Lama aku berpikir dan sedangkan Ria hanya naik-turun menggoyangkan pentatnya semenjak aku melamun tadi, mungkin dia tersenyum puas melihat apa yang baru dia lakukan terhadapku. Yach, kepalang tanggung sudah masuk, lagi nasi sudah jadi bubur akhirnya kugenjot juga pantatku naik-turun secara berlawanan dengan yang dilakukan Ria, dan bunyilah suara yang memecahkan keheningan, "Cplok.. cplok... cplok..." Ria mendesah kenikmatan karena kocokanku yang kuat dilubang vaginanya. Lama kami berada di posisi tersebut, yaitu aku di bawah dan dia di atas.akhirnya aku mencoba mendesak Ria agar dia mau mengganti posisi, tapi dorongan tangannya yang kuat membatalkan niatku, tapi masa sih aku kalah sama cewek, pikirku. Kudorong ia dengan sekuat tenagaku dan akhirnya kami berada di posisi duduk dan kemaluanku tetap berdiri kokoh tanpa dilepas. Ria tanpa diperintah menggerakkan sendiri pantatnya, dan memang enak yah gituan, pikirku dalam hati. Tapi sayang tidak perawan.
Akhirnya kudorong lagi Ria agar dia tiduran telentang dan aku ingin sekali melihat kemaluanku yang besar membelah selangkangan kemaluan Ria, makanya aku sambil memegang batang kemaluanku menempelkannya di lubang kemaluan Ria dan "Bless..." amblaslah semuanya. Kutekan dengan semangat "45" tentunya karena nasi sudah hancur. Kepalang tanggung biarlah kuterima dosa ini, pikirku. Dengan ganasnya dan cepat kuhentakkan kemaluanku keras-keras di lubang kemaluan Ria dan kembali bunyi itu menerawang di ruangan tersebut karena ternyata lubang kemaluan Ria telah banjir dengan air pelumasnya disana, aku tidak tahu pasti apakah itu spermanya Ria, apakah hanya pelumasnya saja? dan Ria berkata,
"Loe.. udah keluar ya...?" ujarnya.
"Sembarangan gue belom keluar dari tadi..?" ujarku dengan nada ketus.
Karena kupikir dia mengejekku karena mentang-mentang aku baru pertama kali beginian seenaknya saja dia menyangka aku keluar duluan. Akhirnya lama aku mencumbui Ria dan aku ingin segera mencapai puncaknya.

Dengan cepat kukeluarkan kemaluanku dari lubang kemaluannya dan kukeluarkan spermaku yang ada diperutnya Ria, karena aku takut kalau aku keluarkan di dalam vaginanya aku pikir dia akan hamil,kan berabe. Aku baru sekali gituan sama orang yang yang tidak perawan malah disuruh tanggung jawab lagi. Gimana kuliahku! Ria tersenyum dengan puas atas kemenangannya menggodaku untuk berbuat tidak senonoh terhadapnya. Huu, dasar nasib, dan semenjak saat itu aku sudah mulai menghilangkan kebiasaaan burukku yaitu onani, dan aku tidak mau lagi mengulang perbuatan tersebut karena sebenarnya aku hanya mau menyerahkannya untuk istriku seorang.

abg ngseks rame rame bareng bareng di villa puncak

Villa itu punya tiga kamar, tapi yang satu dipakai untuk menyimpani
barang-barang. Mulanya aku atur biar aku sama Vivie sekamar, Ricky
sama Alf di kamar lain. Tapi waktu aku beres-beres, Vivie masuk dan
ngomong kalau dia mau sekamar sama Si Alf. Aku kaget juga, nekad juga
ini anak. Tapi aku pikir-pikir, kapan lagi aku bisa tidur bareng Si
Ricky kalau tidak di sini. Ya tidak perlu sampai gitu-gituan sih,
tapi kan asik juga kalau bisa tidur bareng dia, mumpung jauhdari
bokap dan nyokap-ku. Hehehe, mulai deh omes-ku keluar. Oke, akhirnya
aku setuju, satu kamar buat Alf dan Vivie, satu kamar lagi buat Ricky
sama aku.

Sore-sore kami makan bareng, terus menjelang malam, kami bakar jagung
di halaman. Asik juga malam-malam bakar jagung ditemani cowokku lagi.
Wah, benar-benar suasananya mendukung. Hehehe, aku mulai mikir yang
macam-macam, tapi malu kan kalau ketahuan sama Si Ricky. Makanya aku
tetap diam pura-pura biasa saja. Tapi Si Vivie kayaknya memperhatikan
aku, dan dia nyengir ke aku, terus gilanya lagi, dia ngomong gini,
"Wah.. sepertinya suasana gini tidak bakalan ada di Bandung. Tidak
enak kalau dilewatin gitu saja ya." Aku sudah melotot ke arah dia,
tapi dia malah nyengir-nyengir saja, malah dia tambahin lagi
omongannya yang gila benar itu, "Alf, kayaknya di sini terlalu ramai,
kita jalan-jalan yuk!" Aku sudah tidak tahu harus apa, eh Si Alf juga
samanya, dia setuju sama ajakan Si Vivie, dan sebelum pergi di
ngomong sama Ricky, "Nah, sekarang elu harus belajar bagaimana
caranya nahan diri kalau elu cuma berdua sama cewek cakep kayak Si
Selvie." Aku cuma diam, malu juga dong disepet-sepet kayak gitu.

Aku lihati Si Alf sama Si Vivie, bukannya jalan-jalan malahan masuk
ke villa. Aku jadi tidak tahu harus ngapain, aku cuma diam, semoga
saja Ricky punya bahan omongan yang bisa diomongin. Eh, bukannya
ngomong, dia malah diam juga, aku jadi benar-benar bingung. Apa aku
harus tetap begini atau nyari-nyari bahan omongan. Akhirnya aku tidak
tahan, baru saja aku mau ngomong, eh.. Si Ricky mulai buka mulut,
"Eh.. kamu tidak dingin?" Duer.. Aku kaget benar, tidak jadi deh aku
mau ngomong, sebenernya aku memang mau ngomong kalau di sini itu
dingin dan aku mau ajak dia ke dalam. Tapi tidak jadi, aku tidak
sadar malah aku geleng-geleng kepala. Ricky ngomong lagi, "Kalau
tidak dingin, mau dong kamu temenin aku di sini, lihat bulan dan
bintang, dan.. bintang jatuh itu lihat..!" Ricky tiba-tiba teriak
sambil menunjuk ke langit. Akukontan berdiri kaget sekali, bukan sama
bintang jatuhnya, tapi sama teriakan Si Ricky, aduh.. malu benar
jadinya. Ricky ikutan berdiri, dia rangkul aku dari belakang, "Sorry,
aku tidak punya maksud ngagetin kamu. Cuma aku seneng saja bisa lihat
bintang jatuh bareng kamu."Aku cuma bisa diam, tidak biasanya Ricky
segini warm-nya sama aku. Dia malah tidak pernah peluk aku seerat ini
biasanya. Aku tengok arlojiku, jam 11.00 malam. Kuajak Ricky ke
dalam, sudah malam sekali. Dia setuju sekali, begitu masuk ke villa
kami disambut sama bunyi pecah dari lantai atas. Kontan saja kami
lari ke atas melihat ada apa di atas. Ricky sampai duluan ke lantai
atas, dan di nyengir, terus dia ajak aku turun lagi, tapi aku masih
penasaran, memang ada apa di atas. Waktu aku mau ketuk pintu kamar
Vivie, tiba-tiba ada teriakan lembut, "Aw.. ah.. pelan-pelan donk!"
Gila aku kaget setengah mati, tapi tanganku sudahkeburu ngetuk pintu.
Terus kedengaran bunyi gedubrak-gedubrak di dalam. Pintu dibuka
sedikit, Alf nongol sambil nyengir, "Sorry, ngeganggu kalian ya?
tidak ada apa-apa kok kami cuma.."Aku dorong pintunya sedikit, dan
aku lihat Si Vivie lagi sibuk nutupi badannya pakai selimut. Dia
nyengir, tapi mukanya merah benar, malu kali ya. Aku langsung
nyengir, "Ya sudah, lanjutin saja, kami tidak keganggu kok."

Terus aku ajak Ricky ke bawah. Ricky nyengir, "Siapa coba yang tidak
bisa nahan diri, hehehe." Tiba-tiba ada sandal melayang ke arah
Ricky, tapi dia langsung ngelak sambil nyengir, terus buru-buru lari
ke bawah. Aku ikut-ikutan lari sambil ketawa-ketiwi, dan kami berdua
duduk di sofa sambil mendengarkan lagu di radio. Tidak lama
kedengaran lagi suara-suara dari atas.Aku tidak tahan dan langsung
nunduk menahan ketawa. Gila, bisa-bisanya mereka berdua meneruskan
juga olah raga malamnya, padahal sudah jelas-jelas kepergok sama kami
berdua. Eh, di luar dugaan aku, Ricky bediri dan mengajakku slow-
dance, kebetulan lagu di radio itu lagu saat Ricky ngajak aku jadian.
Aku jadi ingat bagaimana deg-degannya waktu Ricky ngomong, dan
bagaimana aku akhirnya menerima dia setelah tiga bulan dia terus
nunggui aku. Ricky memang baik, dan dia benar-benar setia
menungguiku.

Selesai dance, Ricky tanya lagi, "Eh kalau mereka berdua ketiduran,
aku tidur dimana? memang tidur sama barang-barang? " aku malu sekali,
bagaimana ngomongnya. Tapi akhirnya akubuka mulut, "Kita.. kita tidur
berdua." Wah lega sekali waktu omongan itu sudah keluar. Tapiaku
takut juga, bagaimana ya reaksi Si Ricky. Eh tahunya dia malah
nyengir, "Oke deh kalau kamu tidak masalah. Sebenernya aku juga sudah
ngantuk sih, aku tidur sekarang ya." Aku jadi salah tingkah, Ricky
naik ke lantai atas dan tidak sengaja aku panggil dia, "Eh.. tunggu!"
Ricky berbalik, dia nyengir, "Oke.. oke.. ayo naik, tidak bagus anak
cewek sendirian malam-malam gini." Aku sedikit canggung juga sih,
baru kali ini aku tidur seranjang sama cowok, tapi lama-lama hilang
juga. Kami berdua tidak ngapa-ngapain, cuma diam tidak bisa tidur.
Dari kamar sebelah masih kedengaran suara Vivie yang mendesah dan
menjerit, dan sepertinya itu juga yang bikin Ricky terangsang. Dia
mulai berani remas-remas jariku. Aku sih tidak nolak, toh dia khan
cowokku. Tapi aku kaget sekali, Ricky duduk terus sebelum aku tahu
apa yang bakal dia lakukan, bibirku sudah dilumatnya. Aku mau nolak,
tapi kayaknya badan malah kepingin. So, aku biarkan dia cium aku,
terus aku balas ciumannya yang semakin lama semakin buas.

Baru saja aku mulai nikmati bibirnya yang hangat di bibirku, aku
merasa ada yang meraba tubuhku, disusul remasan halus di dadaku. Aku
tahu itu Ricky, aku tidak menolak. Aku biarkan dia main-main sebentar
di sana. Ricky makin berani, dia angkat badanku dan diduduki di
pinggir ranjang. Dia cium aku sekali lagi, terus dia mau buka pakaian
tidurku. Aku tahan tangannya, ada sedikit penolakan di kepalaku, tapi
badanku kayaknya sudah kebelet ingin mencoba, kayak apa sih nge-sex
itu. Akhirnya tanganku lemas, aku biarkan Ricky buka pakaianku, dia
juga buka baju dan celananya sendiri. Dia cuma menyisakan celana
dalam putihnya. Aku lihat penisnya yang membayang di balik celana
dalamnya, tapi aku malu melihati lama-lama, so aku ganti lihat
badannya yang lumayan jadi. Mungkin karena olahraganya yang benar-
benar rajin.

Aku tidak tahu apa aku bisa tahan memuaskan Ricky, soalnya aku tahu
sendiri bagaimana staminanya waktu dia main bola. 2x45 menit dia
lari, dan dia selalu kuat sampai akhir. Aku tidak terbayang bagaimana
aksinya di ranjang, jangan-jangan aku harus menerima kocokannya2x45
menit. Gila, kalau gitu sih aku bisa pingsan.

Waktu aku berhenti memikirkan stamina dia dan aku, aku baru sadar
kalau bra-ku sudah dilepasnya. Sekarang dadaku telanjang bulat. Aku
malu setengah mati, mana Ricky mulai meremas dadaku lagi, yah
pokoknya aku tidak tahu harus bagaimana, aku cuma diam, merem siap
menerima apa saja yang bakal dia lakukan. Tiba-tiba remasan itu
berhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di sekitar dadaku, terus
berhenti di putingku. Aku melek sebentar, Ricky asik menjilati
putingku sambil sesekali mengisap-ngisap. Aku makin malu, mana ini
baru pertama kali aku telanjang di depan cowok, apalagi dia bukan
adik atau kakakku. Wah benaran malu deh.

Lama-lama aku mulai bisa menikmati bagaimana enaknya permainan lidah
Ricky di dadaku, aku mulai berani buka mata sambil melihat bagaimana
Ricky menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan
sesuatu yang menyentuh selangkanganku. Tepat di bagian vaginaku. Aku
tidak sadar mendesah panjang. Rupanya Ricky sudah menelanjangiku
bulat-bulat. Kali ini jarinya mengelus-elus vaginaku yang sudah basah
sekali. Dia masih terus menjilati puting susuku yang sudah mengeras
sebelum akhirnya dia pindah ke selangkanganku.

Aku menarik nafas dalam-dalam waktu lidahnya yang basah dan hangat
pelan-pelan menyentuh vaginaku naik ke klitoris-ku, dan waktu
lidahnya itu menyentuh klitoris-ku, aku tidak sadar mendesah lagi,
dan tanganku tidak sengaja menyenggol gelas di meja dekat ranjangku.
Lalu "Prang.." gelas akhirnya pecah juga. Ricky berhenti, kayaknya
dia mau memberesi pecahan kacanya. Tapi entah kenapa, mungkin karena
aku sudah larut dalam nafsu, aku malah pegang tangannya terus aku
menggeleng, "Barkan saja, nanti aku beresin. Lanjutin.. please.."
Sesudah itu aku lihat Ricky nyengir, terus diciumnya bibirku dan dia
melanjutkan permainannya di selangkanganku. Ricky benar-benar jago
mainkan lidahnya, benar-benar bikin aku merem-melek keenakan. Terus
di mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Aku seperti
kesetrum tidak tahan, tapi Ricky malah terus-terusan melintir-
melintiri "kacang"-ku itu. "Euh.. ah.. ah.. ach.. aw.." aku sudah
tidak tahu bagaimana aku waktu itu, yang jelas mataku buram, semua
serasa mutar-mutar. Badanku lemas dan nafasku seperti orang baru lari
marathon. Aku benar-benar pusing, terus aku memejamkan mataku, ada
lonjakan-lonjakan nikmat di badanku mulai dari selangkanganku, ke
pinggul, dada dan akhirnya bikin badanku kejang-kejang tanpa bisa aku
kendalikan.

Aku coba atur nafasku, dan waktu aku mulai tenang, aku buka mata,
Ricky sudah buka celana dalamnya, dan penisnya yang hampir maksimal
langsung berdiri di depan mukaku. Dia megangi batang penisnya pakai
tangan kanannya, tangan kirinya membelai rambutku. Aku tahu dia mau
di-"karoake" -in, ada rasa jijik juga sih, tapi tidak adil dong, dia
sudah muasin aku, masaaku tolak keinginannya. So aku buka mulutku,
aku jilat sedikit kepala penisnya. Hangat dan bikin aku ketagihan.
Aku mulai berani menjilat lagi, terus dan terus. Ricky duduk di
ranjang, kedua kakinya dibiarkan terlentang. Aku duduk di ranjang,
terus aku bungkuk sedikit, aku pegang batang penisnya yang besarnya
lumayan itu pakai tangan kiriku, tangan kananku menahan badanku biar
tidak jatuh dan mulutku mulai bekerja.

Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai emut kepala penisnya, aku
hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku, ternyata tidak
masuk, kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku, tapi masih ada
sisa beberapa senti lagi. Aku tidak maksakan, aku gerakkan naik-turun
sambil aku hisap dan sesekali aku gosok batang penisnya pakai tangan
kiriku. Ricky sepertiya puas juga sama permainanku, dia mrlihati
bagaimana aku meng-"karaoke" -in dia sambil sesekali membuka mulut
sambil sedikit berdesah. Sekitar 5 menit akhirnya Ricky tidak tahan,
dia berdiridan mendorong badanku ke ranjang sampai aku terlentang,
dibukanya pahaku agak lebar dandijilatnya sekali lagi vaginaku yang
sudah kebanjiran. Terus dipegangnya penisnya yang sudah sampai ke
ukuran maksimal. Dia mengarahkan penisnya ke vaginaku, tapi tidak
langsung dia masukan, dia gosok-gosokkan kepala penisnya ke bibir
vaginaku, baru beberapa detik kemudian dia dorong penisnya ke dalam.
Seperti ada sesuatu yang maksa masuk ke dalam vaginaku, menggesek
dindingnya yang sudah dibasahi lendir.

Vaginaku sudah basah, tetap saja tidak semua penis Ricky yang masuk.
Dia tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ
juga. Aku mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya
menggosok-gosok dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik
merem-melek, tiba-tiba penis Ricky maksa masuk terus melesak ke dalam
vaginaku. "Aw.. ah.." vaginaku perih bukan main dan aku teriak
menahan sakit. Ricky masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum
akhirnya seluruh penisnya masuk merobek selaput daraku. "Stt.. tahan
sebentar ya, nanti juga sakitnya hilang." Ricky membelai rambutku. Di
balik senyum nafsunya aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku
bertekad menahan rasa sakit itu, aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-
apa.. aku tidak apa-apa. Terusin saja.. ah.."

Ricky mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun. Penisnya menggesek-
gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama makin cepat. Rasa
sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa nikmat luar biasa
setiap kali Ricky menusukkan penisnya dan menarik penisnya. Ricky
makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah
merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir
dari dalam vaginaku. "Tidak lama lagi.. tidak bakalan lama lagi.."
Ricky ngomong di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambil terus
mengocok vagina aku. "Aku juga.. ah.. oh.. sebentar lagi.. ah.. aw..
juga.." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya aku mau
ngomong kalau aku juga sudah hampir sampai klimaks. Tiba-tiba Ricky
mencabut penisnya dari vaginaku, dia tengkurapi aku, aku sendiri
sudah lemas tidak tahu Ricky mau apa, tapi secara naluri aku angkat
pantatku ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku sedikit.
Tanganku menahan badanku biar tidak ambruk dan aku siap-siap
ditusukdari belakang.

Beneran saja Ricky memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang,
terus dia kocok lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Ricky tidak
terlalu keras, tapi makin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan
badanku biar tidak ambruk, dan aku rasakan tangan Ricky meremas-remas
dadaku dari belakang, terus jarinya menggosok-gosok puting susuku,
bikin aku seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang. Ricky
kembali mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini dimasukkannya
ke anusku. Dia benar-benar memaksakan penisnya masuk, tapi tidak
semuanya bisa masuk. Ricky sepertinya tidak peduli, dia mengocok
anusku seperti mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang
meremas dadaku, tangan kanannya sibuk main-main di selangkanganku,
dia masukkan jari tengahnya ke vaginaku dan jempolnya menggosoki
klitorisku.

Aku makin merem-melek, anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-
gosok, dadaku diremas-remas dan putingnya dipelintir-pelintir , terus
vaginaku dikocok-kocok juga pakai jari tengahnya. Aku benar-benar
tidak kuat lagi, akhirnya aku klimaks, dan aku merasakan Ricky juga
sampai klimaks, dari anusku kerasa ada cairan panas muncrat dari
penis Ricky. Akhirnya aku ambruk juga, badanku lemas semua. Aku lihat
Ricky juga ambruk, dia terlentang di sebelahku. Badannya basah karena
keringat terus, kupegang badanku, ternyata aku juga basah keringatan.
Benar-benar kenikmatan yang luar biasa.Tidak tahu berapa lama aku
ketiduran, waktu akhirnya aku bangun. Aku lihat arloji, sudah jam 2
subuh. Leherku kering, tapi waktu aku mau minum, aku ingat gelas di
kamarku sudah pecah gara-gara kesenggol. Aku lihat ke lantai, banyak
pecahan kaca, terus aku ambil sapu, aku sapu dulu ke pinggir tembok.
Aku turun ke bawah, maksudnya sih mau ambil minum di bawah, aku masih
telanjang sih, tapi aku cuek saja. Aku pikir si Alf pasti masih tidur
soalnya dia pasti capai juga olah raga malam bareng Si Vivie.

Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan villanya
Vivie lumayan mewah, ada kulkas dan TV. Aku ambil sebotol Aqua, terus
sambil jalan aku minum. Aku duduk di sofa, rencananya sih aku cuma
mau duduk-duduk sebentar soalnya di kamar panas sekali. Tidak tahu
kenapa, tapi aku akhirnya ketiduran dan waktu aku bangun aku kaget
setengah mati. Aku lihatSi Alf dengan santainya turun dari tangga
langsung menuju kulkas, kayaknya mau minum juga.

Aku bingung harus menutupi badanku pakai apa, tapi aku telat Si Alf
sudah membalik duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di
depannya. Dia masih melihatiku waktu aku menutupi selangkanganku
pakai tangan, tapi aku sadar sekarang dadaku kelihatan, makanya
tanganku pindah lagi ke dada, terus pindah lagi ke bawah, aku benar-
benar bingung harus bagaimana, aku malu setengah mati.

Alf akhirnya berbalik,
"Sorry, aku pikir kamu masih tidur di kamar. Jadi.. jadi.."
"Tidak apa-apa, ini salahku."
Aku masih mencari-cari sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang
polos, waktu akhirnya aku juga sadar kalau Alf juga telanjang.
Sepertinya dia pikir aku masih di kamar sama Si Ricky, makanya dia
cuek saja turun ke bawah. Aku pikir sudah terlambat untuk malu, toh
Alf sudah melihatku dari atas sampai ke bawah polos tanpa sehelai
benangpun, apalagi aku sudah tidak perawan lagi, so malu apa. Cuek
saja lah. "Kamu sudah boleh balik, aku tidak apa-apa." Aku mengambil
remot TV terus menyalakan TV. Aku setel VCD, aku pikir bagus juga aku
rileks sebentar sambil nonton TV. Alf juga sepertinya sudah cuek, dia
berbalik tapi tidak lagi melongo melihatiku telanjang, dia duduk
sambil ikut nonton TV.

Gilanya yang aku setel malah VCD BF. Tapi sudah tanggung, aku tonton
saja, peduli amat apa kata Si Alf, yang penting aku bisa istirahat
sambil nonton TV.
"Bagaimana semalem?" aku buka percakapan dengan Alf.
Dia berbalik, "Hebat, Vivie benar-benar hebat."
Alf sudah bisa nyengir seperti biasanya.
Aku mengangguk, "Ricky juga hebat, aku hampir pingsan dibikinnya."
Alf nyengir lagi, lalu kami ngobrol sambil sesekali menengok TV.
Kayaknya tidak mungkin ada cowok yang tahan ngobrol tanpa mikirin apa-
apa sama cewek yang lagi telanjang, apalagi sambil nonton film BF.
Tiap kali ngomong aku tahu mata Alf selalu nyasar ke bawah, ka dadaku
yang memang lumayan menggoda. Aku tidak memuji sendiri, tapi memang
dadaku cukup oke, ranum menggoda, bahkan lebih seksi dari kepunyaan
Vivie, itu sebabnya Alf tidak berhenti-berhenti melihati dadaku kalau
ada kesempatan. Ada sedikit rasa bangga juga dibalik rasa maluku, dan
sekilas kulihat penis Alf yang mulai tegang. Aku nyengir dan
sepertinya Alf tahu apa yang aku pikirkan.

Dia pegang tanganku, "Boleh aku pegang, itu juga kalau kamu tidak
keberatan." Wah berani juga dia, aku jadi sedikit tersanjung, terus
aku mengangguk. Alf pindah ke sebelahku, dia peluk aku dan tangannya
mulai remas-remas dadaku. Mula-mula dia sedikit ragu-ragu, tapi
begitu tahu kalau aku tidak nolak dia mulai berani dan makin lama
makin berani, dan jarinya mulai nakal memelintir puting susuku. Aku
mulai merem-melek sambil memutar badanku. Sekarang aku duduk di paha
Alf berhadap-hadapan. Alf langsung menyambar putingku dan lidahnya
langsung beraksi. Aku sendiri sudah kebawa nafsu, aku mulai mengocok
penisnya pakai tanganku dan sepertinya Alf juga puas dengan
permainanku. Aku mulai terbawa nafsu, dan aku sudah tidak peduli apa
yang dia lakukan, yang jelas enak buatku.

Alf menggendongku, kupikir mau dibawa ke kamar mandi, soalnya kamar
di atas ada Vivie sama Ricky, tapi tebakanku keliru. Dia malah
menggendongku ke luar, ke halaman villa. Aku kaget juga, bagaimana
kalau ada yang lihat kami telanjang di luar. Tapi begitu Alf buka
pintu luar, aku melihat di seberang villa, sepasang cowok-cewek lagi
sibuk nge-sex. Cewek itu mendesah-desah sambil sesekali berteriak.
Aku lihat lagi ke sekitarnya, ternyata banyak juga yang nge-sex di
sana. Rupanya villa-villa di sekitar sini memang tempatnya orang-
orang nge-sex. "Bagaimana? kita kalahkan mereka?" Alf nyengir sambil
menggendongku. Aku ikutan nyengir, "Siapa takut?" terus Alf
meniduriku di rumput. Dingin juga sisa air hujan yang masih membasahi
rumput, punggungku dingin dan basah tapi dadaku lebih basah lagi sama
liurnya Si Alf. Udara di luar itu benar-benar dingin, sudah di
pegunungan, subuh-subuh lagi. Wah tidak terbayang bagaimana dinginnya
deh. Tapi lama-lama rasa dingin itu hilang, aku malah makin panas dan
nafsu, apalagi Alf jago benar mainkan lidahnya. Sayup-sayup aku
mendengarkan suara cewek dari villa seberang yang sudah tidak karuan
dan tidak ada iramanya. Aku makin nafsu lagi mendengarnya, tapi Alf
sepertinya lebih nafsu lagi, dia itu seperti orang kelaparan yang
seolah bakal nelan dua gunung kembarku bulat-bulat.

Lama juga Alf main-main sama dadaku, dan akhirnya dia pegang penisnya
minta aku meng-"karaokei" -in itu penis yang besarnya lumayan juga.
Gara-gara tadi malam aku sudah mencoba meng-"karaokei" -in penis
Ricky, sekarang aku jadi kecanduan, aku jadi senang juga meng-
"karaoke"-in penis, apalagi kalau besarnya lumayan seperti punya Si
Alf. Makanya tidak usah disuruh dua kali, langsung saja aku caplok
itu penis. Aku tidak mau kalah sama permainan dia di dadaku, aku
hisap itu penis kuat-kuat sampai kepalanya jadi ungu sekali. Terus
kujilati mulai dari kepalanya sampai batang dan pelirnya juga tidak
ketinggalan.

Kulihat Alf melihati bagaimana aku main di bawah sana. Sesekali dia
buka mulut sambil berdesah menahan nikmat. Aku belum puas juga,
kukocok batang penisnya pakai tanganku dan kuhisap-hisap kepalanya
sambil kujilati pelan-pelan. Alf merem-melek juga dan tidak lama dia
sudah tidak tahan lagi, sepertinya sih mau keluar, makanya dia cepat-
cepat melepaskan penisnya dari mulutku. Aku tahu dia tidak mau
selesai cepat-cepat, makanya aku tidak ngotot meng-"karaoke" -in
penisnya lagi.

Alf sengaja membiarkan penisnya istirahat sebentar, dia suruh aku
terlentang sambil mengangkang. Aku menurut saja, aku tahu Alf jago
mainkan lidahnya, makanya aku senang sekali waktu dia mulai jilati
bibir vaginaku yang sudah basah sekali. Benar saja, baru sebentaraku
sudah dibikin merem-melek gara-gara lidahnya yang jago sekali itu.
Sepertinya habis semua bagian vaginaku disapu lidahnya, mulai dari
bibirnya, klitorisku, sedikit ke dalam ke daerah dinding dalam,
sampai anusku juga tidak ketinggalan dia jilati.

Aku dengarkan, sepertinya pasangan di seberang sudah selesai main,
soalnya sudah tidak kedengaran lagi suaranya, tapi waktu aku lihat ke
sana, aku kaget. Cewek itu lagi meng-"karaoke" -in cowok, tapi bukan
cowok yang tadi. Cowok yang tadi nge-sex sama dia lagimembersihkan
penisnya, mungkin dia sudah puas. Sekarang cewek itu lagi meng-
"karaoke"-in cowok lain, lebih tinggi dari cowok yang tadi. Gila juga
itu cewek nge-sex sama dua cowok sekaligus. Tapi aku tarik lagi
omonganku, soalnya aku ingat-ingat, aku juga sama saja sama dia. Baru
selesai sama Ricky, sekarang sama Alf. Wah ternyata aku juga sama
gilanya. Aku nyengir sebentar, tapi terus merem-melek lagi waktu Alf
mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya.

Alf benar-benar ahli, tidak lama aku sudah mulai pusing, aku lihat
bintang di langit jadi tambah banyak dan kayaknya mutar-mutar di
kepalaku. Aku benar-benar tidak bisa ngontrol badanku. Ada semacam
setrum dari selangkanganku yang terus-terusan bikin aku gila. "Ah..
ah.. Alf.. Ah.. berhenti dulu Alf.. Ah.. Ah.. Shh.." aku tidak tahan
sama puncak nafsuku sendiri. Tapi Alf malah terus-terusan melintir-
melintir klitorisku. Aku benar-benar tidak tahan lagi, aku kejang-
kejang seperti orang ayan, tapi sudahnya benar-benar enak sekali,
beberapa menit lewat, semua badanku masih lemas, tapi aku tahu ini
belum selesai.

Sekarang bagianku bikin Alf merem-melek, makanya aku paksakan duduk
dan mulai menungging di depan Alf. Alf sendiri sepertinya memang
sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya, dia tidak menunggu lama
lagi, langsung dia tusukkan itu penis ke vaginaku. Ada sedikit rasa
sakit tapi tidak sesakit pertama vaginaku dimasukkan penis Ricky. Alf
tidak menunggu lama lagi, dia langsung mengocok vaginaku dan
tangannya tidak diam, langsung disambarnya dadaku yang makin ranum
karena aku menungging. Diremasnya sambil dipelintir-pelintir
putingnya. Aku tidak tahan digituin, apalagi badanku masih lemas,
tanganku lemas sekali, untuk menahan hentakan-hentakan waktu Alf
menyodokkan penisnya saja sudah tidak kuat. Aku ambruk ke tanah, tapi
Alf masih terus mengocokku, dari belakang.

"Ah.. euh.. ah.. aw.." aku cuma bisa mendesah setiap kali Alf
menyodokkan penisnya ke vaginaku. Aku coba mengangkat badanku tapi
aku tidak kuat, akhirnya aku menyerah, aku biarkan badanku ambruk
seperti gitu. Alf memutarkan badanku, terus disodoknya lagi vaginaku
dari depan. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain, setiap kali Alf
menyodokkan penisnya selain dinding vaginaku yang tergesek,
klitorisku juga tergesek-gesek, makanya aku makin lemas dan merem-
melek keenakan.

Alf memegang kaki kiriku, terus diangkatnya ke bahu kanannya, terus
dia mengangkat kaki kananku, diangkatnya ke bahu kirinya. Aku diam
saja, tidak bisa menolak, posisi apa yang dia ingin terserah,
pokoknya aku ingin cepat-cepat disodok lagi. Aku tidak tahan ingin
langsung dikocok. Ternyata keinginanku terkabul, Alf menyodokku lagi,
kakiku dua-duanya terangkat, mengangkang lagi, makanya vaginaku
terbuka lebih lebar dan Alf makin leluasa mengocok-ngocokkan
penisnya. Vaginaku diaduk-aduk dan aku bahkan sudah tidak bisa lagi
berdesah, aku cuma bisa buka mulut tapi tidak ada suara yang keluar.

"Aku mau keluar, aku mau keluar.." Alf membisikkan sambil ngos-ngosan
dan masih terus mengocokku.
"Jangan di.. jangan di dalam. Ah.. ah.. oh.. aku.. aku tidak mau..
hamil."
Aku cuma bisa ngomong gitu, seenggannya maksud aku ngomong gitu, aku
tidak tahu apa suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah usaha,
itu juga sudah aku paksa-paksakan. Aku tidaktahu apa Alf ngerti apa
yang aku omongin, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku.

Baru beberapa detik lewat, dia mencabut penisnya, kakiku langsung
ambruk ke tanah. Alf mengangkang di perutku, dan dia selipkan
penisnya ke sela-sela dadaku yang sudah montok sekali soalnya aku
sudah dipuncak nafsu. Kujepit penisnya pakai dadaku, dan Alf mengocok-
ngocok seolah masih di dalam vaginaku. Tidak lama maninya muncrat ke
muka dan sisanya di dadaku. Aku sendiri klimaks lagi, kulepaskan
tanganku dari dadaku, maninya mengalir ke leherku, dan mani yang di
pipiku mengalir ke mulutku. Aku bahkan tidak bisa menutup mulutku,
aku terlalu lemas. Aku biarkan saja maninya masuk dan aku telan saja
sekalian.

Belum habis lemasku, Alf sudah menempelkan penisnya ke bibirku. Aku
memaksakan menjilati penisnya sampai bersih terus aku telan sisa
maninya. Alf menggendongku ke dalam, terus dia membaringkanku di
sofa. Aku lemas sekali makanya aku tidak ingat lagi apa yang terjadi
selanjutnya. Yang jelas baru jam 8.00 aku baru bangun. Begitu aku
buka mata, aku sadar aku masih telanjang. Aku memaksakan duduk, dan
aku kaget kenapa aku ada di kamar Vivie. Terus yang bikin aku lebih
kaget lagi, aku lihat sebelah kiriku Alf masih tidur sedangkan di
kananku Ricky juga masih tidur. Mereka berdua juga masih telanjang
seperti aku.

Belum habis kagetku, Vivie keluar dari kamar mandi di kamarku, dia
lagi mengeringkan rambutnya dan sama-sama masih telanjang. Baru
akhirnya aku tahu kalau semalam Vivie bangun dan melihat aku lagi nge-
sex sama Alf. dia sih tidak marah, soalnya yang penting buat dia Alf
cinta sama dia, soal Alf memuaskan nafsu sama siapa, tidak masalah
buat dia. Ternyata Vivie melihat dari jendela bagaimana aku sama Alf
nge-sex dan Ricky yang juga bangun subuh-subuh kaget melihat aku lagi
nge-sex sama Alf. Dia keluar kamar, sepertinya mau melihat apa benar
aku lagi nge-sex sama Alf, tapi dia sempat menengok ke kamar sebelah
dan melihat Vivie yang lagi nonton aku sama Alf nge-sex dari jendela.
Ricky langsung dapat ide, so dia masuk ke dalam dan mengajak Vivie
nge-sex juga. Singkat cerita mereka akhirnya nge-sex juga di kamar.
Dan waktu aku sama Alf selesai, Alf menggendongku ke atas dan melihat
Ricky sama Vivie baru saja selesai nge-sex. Makanya kami berempat
akhirnya tidur bareng di kamarnya telanjang bulat.

Hehehe, tidak masalah, kami berempat malah makin dekat. Nanti malam
juga kami bakalan nge-sexlagi berempat, tidak masalah buat aku Ricky
atau Alf yang jadi pasanganku, yang penting aku puas. Tidak masalah
siapa yang muasin aku.

Seperti rencana kami semula, malam itu juga kami nge-sex berempat
bareng-bareng. Asik juga sekali-kali nge-sex bareng seperti gitu.
Ricky masih tetap oke walaupun dia sudah ngocok Vivie duluan. Aku
masih kewalahan menghadapi penisnya yang memang gila itu. Alf juga
tidak kalah, biarkan dia masih ngos-ngosan waktu selesai ngocok aku,
dia langsung sambar Vivie yang juga baru selesai sama Ricky. Terus
kami nge-sex lagi sampai akhirnya sama-sama puas. Aku puas sekali,
soalnya baru kali ini aku dipuasi dua cowok sekaligus tanpa jeda.
Baru saja selesai satu, yang satunya sudah menyodok-nyodok penisnya
ke vaginaku. Pokoknya benar-benar puas sekali deh aku.

Masuk ke cerita, malam ini kami rencana tidak akan nge-sex lagi,
soalnya sudah capai sekali dua hari gituan melulu. Makanya Ricky sama
Alf langsung menghilang begitu matahari mulai teduh. Mereka sih pasti
main bola lagi, tidak bakalan jauh dari itu. Vivie menghabiskan
waktunya di villa, kayaknya dia capai sekali, hampir seharian dia di
kamar. Aku jadi bosan sendirian, makanya aku putuskan aku mau jalan-
jalan. Kebetulan di dekat situ ada air terjun kecil. Akurencana mau
menghabiskan hari ini berendam di sana, biar badanku segar lagi dan
siap tempur lagi. Aku tidak langsung ke air terjun, aku jalan-jalan
dulu mengelilingi kompleks villa itu. Besar juga, dan villanya keren-
keren. Ada yang mirip kastil segala. Sepanjang jalan aku ketemu
lumayan banyak orang, rata-rata sih orang-orang yang memang lagi
menghabiskan waktu di villa sekitar sini. Hampir semua orang yang
ketemu melihati aku. Dari mulai cowok keren yang adadi halaman
villanya, om-om genit yang sibuk menggodai cewek yang lewat sampai
tukang kebun di villa juga melihati aku. Aku sih cuma nyengir saja
membalas mata-mata keranjang mereka.

Tidak aneh sih kalau mereka melihatiku, masalahnya aku memang pakai
baju pas-pasan, atasanku kaos putih punyanya Si Vivie yang kesempitan
soalnya kamarku dikunci dan kuncinya terbawa Ricky. Aku malas mencari
dia, makanya aku pakai saja kaos Si Vivie yang ada di meja setrika.
Itu juga aku tidak pakai bra, soalnya bra Vivie itu sempit sekali di
aku. memang sih dadaku jadi kelihatan nonjol sekali dan putingnya
kelihatan dari balik kaos sempit itu, tapi aku cuek saja, siapa yang
malu, ini kan kawasan villa buat nge-sex, jadi suka-suka aku dong.

Oh ya aku jadi lupa, bawahan aku lebih gila lagi. Aku tidak tega
membangunkan Vivie cuma untuk minjam celana atau rok, kebenaran saja
ada Samping Bali pengasih Ricky bulan lalu, ya aku pakai saja. Aku
ikat di kananku, tapi tiap kali aku melangkah, paha kananku jadi
terbuka, ya cuek saja lah. Apa salahnya sih memarkan apa yang bagus
yang aku punya, benar tidak?

Singkat cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan
mencari tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku
makin jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, sudah basah
benar-benar kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi lama-
lama makin susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak.
Aku jadi ingin cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan
waktu aku menemui tempat yang enak, aku siap-siap berendam, aku lepas
sandalku. Tapi waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan
yang memegang bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi
pisau lipat ke leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri
aku diam saja, salah-salah leherku nanti digoroknya.

"Mau.. mau apa lo ke gue?" aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau
ke aku. Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali.
Ternyata cowok itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik
batu, rupanya mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu
langsung buka baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau
memperkosa aku. Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau
bicara, "Sekarang lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue
habis!" Aku jadi ingat bagaimana korban-korban perkosaan yang
akulihat di TV, aku jadi ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai
perkosa aku, aku dibunuh. Makanya aku beranikan diri ngomong kalau
aku tidak keberatan muasin mereka asal mereka tidak bunuh aku.

"Oke.. oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu
berdua, tapi tidak usah pakai nodong segala dong." Aku berusaha
ngomong, padahal aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin
pisau malah membentak aku, "Goblok, mana ada cewek mau diperkosa, elu
jangan macem-macem ya!" Aku makin takut, tapi otakku langsung
bekerja, "Santai dong, emangnya gue berani pakai baju ginian kalau
gue tidak siap diperkosa orang? Lagian apa gue bisa lari pakai
samping kayak ginian?" Kedua orang itu melihati aku, terus akhirnya
pisau itu dilipat lagi. Aku lega setengah mati, tapi ini belum
selesai, aku masih harus puasin mereka dulu.

Aku mulai buka Samping-ku, "Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau
satu-satu?" Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang
satunya, "Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood." Temannya
mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat,
ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai
lebih halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah
ditiduri di atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main
sodok, dia lebih senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih
rileks, so aku bisa menikmati permainannya.

"Ah.. yeah.. ah.. siapa.. siapa nama loe?" aku tanya dibalik desahan-
desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia terus
membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang sekali
langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak
usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan
ternyata masih menyisa sekitar 5 - 7 senti. Aku jilat kepala penisnya
terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku,
"Oke.. terus.. terus.. Yeah.." Ternyata ada juga cowok yang suka
berdesah-desah kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar,
"Belum dijawab?"
"Oh, sorry. Nama gue Jeff."
Dia menjawab sambil terus merem-melek menikmati penisnya yang aku
kulum dan kuhisap-hisap. Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya.
"Elo tinggal di sini juga ya, elu yang lusa kemarin ng***** di
halaman villa?"
Jeff kaget juga waktu aku ngomong gitu.
"Memang elu tahu dari mana?"
Aku nyengir terus aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah
basah sekali sama liurku.

Aku berhenti lagi sebentar, "Gue lihat elu. Gila lu ya! berdua
ng*****in cewek, keliatannya masih kecil lagi." Jeff nyengir, "Itu
adik kelas gue, dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue
ajakin ke sini, dan gue ***** bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya
suka digituin sama kami berdua." Aku tidak meneruskan lagi, aku
berhenti dan langsung cari posisi yang enak buat nungging. Jeff
mengerti maksudku, dia langsung menyodok penisnya ke vaginaku bareng
sama suara eranganku. Terus dia mulai mengocok, mulanya sih pelan-
pelan terus tambah cepat. Terus dan terus, aku mulai merem-melek
dibikinnya. Terus dia cabut penisnya, aku digendong dan dia masukkan
penisnya lagi ke vaginaku. Terus dia mengocok aku sambil bediri,
seperti gaya ngocoknya Tom Cruise di film Jerry Maguire. Vaginaku
seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan aku makin merem-melek
dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku kejang-kejang dan
aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku pusing. Aku hampir
saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi pinggangku.

Aku lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang
mendekatiku, sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara
mendengarkan desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya
sudah tegang sekali. Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar,
makanya aku tidak banyak cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun
dan jongkok meng-"karaoke" -in penisnya. Penisnya sih tidak besar-
besar sekali, tapi aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha
dan pantatnya. Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-
bisa vaginaku jebol.

Lama juga aku meng-"karaoke" -in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku
berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku
sudah pasrah kalau dia bakal menyodok-nyodok vaginaku, tapi kali ini
tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi
langsung ke anusku. "Ah.. aduh.." anusku sakit soalnya sama sekali
tidak ada persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap
maksakan penisnya masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun
penisnya kecil tapi kalau dipakai nyodok anus sih ya sakit juga.
Benar dugaan aku, dia kalau nyodok keras sekali terus tidak pakai
pemanasan-pemanasan dulu, langsung kecepatan tinggi. Aku cuma bisa
pasrah sambil menahan perih di anusku. Dadaku goyang-goyang tiap kali
dia menyodok anusku, dan sepertinya itu membuat dia makin nafsu. Dia
tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku.

Benar-benar kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia
meremas dadaku halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya.
Mendadak rasa sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya
permainan tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku diremas-
remas, tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar
klitorisku, mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir . Rasa
sakit kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma
merasakan nikmatnya seluruh tubuhku.

Aku mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang
kedua kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku
merasakan cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah
sampai puncak dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk.
Mungkin aku kecapaian soalnya tiga hari ini aku terus-terusan
mengocok, tidak sama satu orang lagi, selalu berdua. Aku masih sempat
lihat Jeff menggendong aku sebelum akhirnya aku pingsan. Aku tidak
tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun, aku kaget melihat Ricky lagi
mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk mengulum-ngulum penisnya Alf.
Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat di sofa sebelah, ada
pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang lagi sibuk mengocok
cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie. Vivie juga sibuk
mengulum-ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku tetap diam
sampai mereka selesai main.