Saturday 3 March 2012

Cerita seru Banana Split

Aku seorang cewek berumur 17 tahun dan masih kelas 2 SLTA. Diantara teman-teman, aku mungkin paling pemalu. Aku sering naksir cowok tapi aku takut untuk memulai hubungan. Di dalam kamar, aku sering membayang-bayangkan wajah cowok yang kutaksir, membayangkan bagaimana kalau bercinta dengannya, berhubungan seks dengannya, sehingga hal ini sering membuatku sangat terangsang. Akhirnya aku sering beronani dengan mengusap-usap vaginaku yang mungil.

Pada awalnya sih aku hanya senang mengusap-usap clitorisku sambil melihatnya lewat cermin yang kuletakkan sedemikian rupa sehingga aku bisa memandangi vaginaku lewat kaca itu. Mungkin karena keseringanku beronani dengan cara mengusap-usap bagian luar vagina dan clitoris lama-kelamaan aku kurang puas jika hanya meraba clitoris, tanganku mulai merambah daerah di bawah clitoris, meraba-raba bibir vaginaku yang mungil kemerahan dan ternyata rasanya lebih nikmat meskipun geli sekali. Kadang-kadang bibir itu aku buka dengan tangan kiri dan jari tangan kananku masukkan pelan-pelan ke dalam lubangnya, pada awalnya sih terasa sakit tapi lama-kelamaan nikmat sekali, aku putar-putar jariku dalam lubang sambil sesekali aku memasukkan dalam-dalam berusaha meraih tonjolan yang berada di ujung lubang vagina dan rasanya selangit deh rasa-rasanya aku ingin memasukkan jari ini dan menggerakkan keluar masuk secara cepat, terpikir olehku bagaimana rasanya kalau yang ada di dalamnya adalah sebuah penis yang bergerak keluar masuk. Tak terbayang bagaimana rasanya. Tapi aku belum berani melakukan hubungan seks dengan lelaki aku takut kalau hamil dan aku juga belum punya pacar. Karena keenakan hampir setiap hari aku beronani terkadang aku berpikir, aku hyperseks tapi biarin deh yang penting nikmat. Karena seringnya beronani maka pada saat di kamar terkadang aku sengaja tidak mengenakan celana dalam dan hanya mengenakan kaos dan rok atau hanya mengenakan daster sehingga aku bebas meraba vaginaku. Sewaktu mengganggur sendirian di kamar aku sering memandangi vaginaku lewat kaca cermin sambil membersihkannya dari cairan-cairan atau merapikan rambut-rambut kemaluanku yang mulai panjang, bahkan aku menyediakan waktu khusus untuk merawat vaginaku. Suatu saat aku bangun pagi-pagi sekali dengan kondisi sangat bernafsu, memang nafsuku sangat tinggi pada hari-hari menjelang haidku datang atau pada beberapa hari setelah haid, padahal sebelum tidur aku telah beronani, pagi itu aku bingung mau bagaimana antara ingin memuaskan diriku sendirian atau berhubungan seks karena malam itu aku mimpi berhubungan seks dengan seseorang. Kemudian aku keluar kamar untuk pergi ke kamar mandi ingin pipis dulu, saat lewat di ruang makan aku melihat pisang yang ada di atas meja makan sisa tadi malam. Tanpa pikir panjang aku mengambil pisang itu satu dan aku bawa masuk ke kamar. aku langsung rebahan di atas tempat tidur dan memulai beraksi. Aku meraba-raba vaginaku, sebentar saja vaginaku sudah sangat basah, dan aku melepas daster yang kukenakan sehingga aku langsung telanjang bulat karena aku hanya mengenakan daster. Pada saat itu aku tidak bisa menceritakan bagaimana rasanya nafsuku benar-benar tinggi. Jari-jariku dengan liar merambah seluruh bagian vaginaku, bahkan sampai clitorisnya aku pencet-pencet hingga nikmatnya luar biasa. Kalau biasanya hanya satu jari yang kumasukkan ke liang vagina maka sekarang dua jari aku masukkan bersamaan dan rasanya memang nikmat sekali sampai sampai seluruh badanku tergetar keenakan. Kemudian kuambil pisang yang tadi aku ambil dari meja makan. Aku kupas dan kemudian kumasukkan ke dalam vagina sambil membayangkan bahwa itu sebuah penis, saat mulai masuk nikmat sekali kemudian setelah separuh lebih masuk dan dibiarkan di sana dalu sambil menikmati bagaimana rasanya. Kemudian pisang itu kugerakkan keluar masuk secara pelahan, rasanya nikmat sekali dan pisang itu aku gerakkan terus keluar masuk dengan tangan kanan sementara tangan kiriku mengusap-usap clitorisku yang menonjol kemerah-merahan. Sambil terus menggerakkan pisang itu aku berpikir kenapa tidak dari dulu kugunakan benda ini kalau rasanya sangat nikmat begini, beberapa saat kemudian terasa olehku seperti ingin pipis yang tertahan dan nikmat yang luar biasa itu tandanya aku segera akan orgasme dan benda itu aku gerakkan dalam-dalam, ya ampun nikmatnya dan akupun orgasme dengan pisang yang sepertiga masuk ke dalam vagina, aku sangat menikmati orgasme ini dan aku biarkan pisang itu ada di sana dan tanganku pelan-pelan meraba-raba kedua payudaraku yang tidak pernah terjamah saat aku onani karena aku lebih tertarik pada vaginaku, kuusap-usap putingku pelahan sambil menikmati kenikmatan yang tiada taranya ini. Setelah puas kutarik pisang itu pelan-pelan tapi pisang itu patah separuh dan yang separuhnya masih ada di dalam vaginaku, setengah panik aku berusaha mengeluarkan separuh bagian pisang itu dengan tangan tapi tak berhasil malah pisang itu makin masuk ke dalam. Aku sangat bingung harus bagaimana, padahal hari ini aku juga harus ujian sekolah, aku langsung masuk ke kamar mandi dan dengan selang air aku berusaha menyemprot vaginaku dengan air biar pisang itu keluar, tapi tak berhasil juga malah bibir-bibir vaginaku menciut karena kedinginan, mau bilang pada Mama aku malu setengah mati. Akhirnya kuputuskan untuk ke rumah sakit setelah ujian nanti dan akupun bergegas berangkat ke sekolah. Setelah selesai berpakaian dan dandan, aku mencoba berjalan tapi ya ampun terasa ada sesuatu yang menganjal di dalam vaginaku, maka cara berjalankupun lucu aku tidak bisa berjalan dengan langkah biasa karena ada pisang dalam vaginaku. Sesampai di sekolah aku takut kalau teman-temanku tahu ada sesuatu yang tidak beres dalam vaginaku, pelan-pelan aku jalan dengan langkah yang aneh. Sesampainya di depan kelas banyak teman yang memperhatikan langkahku bahkan ada yang bertanya kenapa Rien kok langkahnya kayak robot? aku diam saja sambil tersenyum kecut. “lecet ya kakinya?”. Untung dia menebak dulu dan tinggal aku iyakan. Saat dudukpun aku bingung soalnya saat dipakai duduk pisang sialan ini sangat terasa kalau mengganjal dan aku juga khawatir bagaimana kalau nanti pisang ini keluar dan terjatuh saat aku sedang berjalan malu kan? Akhirnya aku mengerjakan ujian dengan tidak konsen dan segera ingin pulang. Saat pulang karena sangat tidak enak saat dipakai berjalan aku naik becak, hatiku ragu-ragu untuk ke rumah sakit, Bagaimana nanti aku bilang pada dokter atau perawat? duh malunya! Akhirnya kuputuskan untuk pulang saja. Sesampai di rumah aku lepas semua pakaianku, aku coba lagi mengeluarkan pisang itu tapi ternyata sulit sekali akhirnya karena kelelahan aku tertidur dengan kondisi telanjang dan kaki yang mengangkang karena posisi itulah yang paling nikmat. Sore hari, aku terbangun dan berusaha lagi mengeluarkannya setelah makan siang yang terlambat. Aku berdiri dengan setengah berjongkok sehingga vaginaku terbuka lebar dan jari tangan kananku mencoba mengeluarkannya sementara tangan kiriku berpegangan pada tempat tidur biar tidak jatuh. Tapi sia-sia saja usaha ini karena jari-jariku sulit menjangkaunya, akhirnya karena setengah putus asa aku gunakan sebuah sumpit mie ayam untuk mencoba mengeluarkannya. Dengan posisi yang sama pelan-pelan kumasukkan sumpit itu pelahan dan setelah terasa sampai di pisang aku songkel pelan-pelan pisang itu karena terasa agak sakit. Pelan-pelan terasa olehku kalau pisang itu akan keluar kemudian tangan kiri aku gunakan untuk membuka bibir vaginaku biar pisang itu mudah keluar. Dan akhirnya…, telepok…, pisang itu keluar dan terjatuh di antara kedua kakiku, lega sekali rasanya. Ketika aku melihat pisang yang sudah jatuh itu aku agak geli juga benda itu bentuknya sudah tak karuan dan baunya juga sudah tercampur dengan bau vaginaku, setengah hari dia berada di dalam vaginaku dan membuatku kebingungan setengah mati. Kemudian aku buang pisang itu dan aku ke kamar mandi untuk membersihkan vaginaku dari sisa-sisa pisang. Akhirnya aku kapok menggunakan pisang untuk beronani dan kemudian aku berencana untuk membeli sebuah dildo (penis buatan) untuk beronani. Dan aku sarankan buat teman-teman cewek kalau kalian ingin beronani dan akan memasukkan sesuatu benda yang menyerupai penis ke dalam vagina kalian jangan menggunakan pisang. Kalaupun akan menggunakan pisang gunakan yang masih mentah (hijau) karena masih keras dan tidak mudah patah kemudian gunakanlah secara pelan-pelan dan hati-hati agar tidak patah. Dan kalau cairan vaginamu sangat banyak jangan menggunakan pisang meskipun pisang mentah karena cairan yang banyak akan melembekkan pisang itu dan membuatnya cepat patah.

Cerita seru Istriku Sayang

Kehidupanku berumah tangga dalam hal materi bisa dikatakan di atas rata-rata. Aku memiliki rumah yang cukup besar dengan kolam renang serta taman yang indah di daerah elite Surabaya. Istriku bernama Anik, ia memiliki toko pakaian semacam butik di Tunjungan Plaza dan namaku sendiri Freddy, sebagai kepala cabang sebuah bank devisa swasta yang besar. Setiap hari kami berangkat dengan kesibukan masing-masing. Istriku mengendarai mobil Civic Sport dan aku mempergunakan mobil kantor. Untuk menambah kegiatan dan menjaga bentuk tubuhnya, istriku mengikuti kursus senam dan aku terkadang mengantarnya jika kebetulan hari libur. Aku sangat menyayanginya.Di kantor aku terkenal pendiam dan jarang sekali bersenda gurau dengan bawahanku, bahkan sekretarisku sempat mengatakan pada temannya bahwa aku orang yang frigid dan sulit terangsang. Di ruanganku terdapat satu sekretaris keturunan cina masih muda sekali sekitar 23 tahun, Liem Fei namanya. Dia menjadi sekretaris sejak direktur sebelumku, dandanannya cukup berani dengan rok mini 15 cm kira-kira di atas lutut dan kulitnya putih bersih, sering kali menggoda pandanganku dengan menyilangkan kakinya bergantian sehingga sesekali terlihat pangkal pahanya yang menonjol, tapi itu tak membuatku tertarik. Bahkan jika dia menyodorkan surat untuk kutanda-tangani tak segan-segan dia datang kepadaku sambil membungkuk dan mata nakalku mencuri pandang pada belahan dadanya yang ranum, maklum belum menikah sih, kadang-kadang muncul watak nakalku ingin menyentuh daging itu, tapi kuurungkan niatku.

Aku ditugaskan ke Jakarta oleh pusat untuk rapat dan laporan setengah tahunan selama lima hari dan istriku sudah hafal dengan kondisiku. Aku memang sering pergi ke Jakarta untuk urusan semacam itu, tapi pagi ini kelihatan sekali berubah. Istriku mempersiapkan kepergianku dengan senang dan bahagia, cepat-cepat kutepiskan prasangka burukku. Aku berangkat ke bandara dengan mobil kantor sedangkan istriku berangkat ke tokonya.Urusanku di Jakarta dapat kuselesaikan lebih cepat dari rencana, hanya 3 hari. Berarti sesuai dengan ijinku aku dapat santai di rumah 2 hari, lumayan. Waktu ini aku pergunakan untuk istirahat dan mengurus kebun yang menjadi salah satu hobiku saat libur bekerja. Aku mengambil penerbangan jam 08.30 agar sampai di rumah tidak terlalu siang. Sampai di bandara aku langsung menuju tempat parkir kendaraan. Kulajukan kendaraanku dengan cepat agar sampai di rumah. Sesampai di depan rumah tak kulihat siapa-siapa, aku berfikiran bahwa istriku sedang di tokonya, akan kujemput biar dia terkejut pikirku, tetapi kuperhatikan pintu garasi agak membuka sedikit. Kendaraanku urung kumasukkan ke dalam. Aku berjalan perlahan mendekati pintu pagar, kulihat terkunci. Dengan kunci duplikat yang kumiliki aku membukanya dan perlahan aku masuk lewat pintu garasi yang terbuka. Kulihat di belakang kendaraan istriku ada Panther warna merah metalik, “Mobil siapa ya, seingatku saudara-saudaraku atau saudara istriku tak punya mobil seperti itu”, tanyaku dalam hati.Aku mendekati mobil tersebut dan “Klek” ternyata Panther merah ini tidak terkunci, aku membuka-buka laci untuk mencari petunjuk pemilik kendaraan tersebut. Dan.. kutemukan kartu anggota club senam dengan identitas pemilik bernama “Darwis” dengan alamat Jl. Semanggi Dalam 73. Cepat-cepat kusalin alamat tersebut dalam notes kecilku. Kedua anakku memang sedang liburan sekolah. Dia berlibur di rumah neneknya seminggu yang lalu. Dengan berjalan mengendap terus kuperhatikan sekeliling rumahku, kudengar suara renyah tawa istriku di belakang dan sesekali erangan manja. Aku berjalan mendekati suara itu, dengan mengintip sekelilingnya, akhirnya aku sempat terkejut dibuatnya. Melalui kisi-kisi pintu garasi kulihat dengan jelas ke arah kolam renang ada 2 makhluk berlainan jenis sedang bercanda mesra. Dia adalah istriku Anik dengan lelaki yang sesuai dalam foto kartu anggota senam dan cerita temanku Wenny. Hatiku panas melihatnya, Anik dengan memakai pakaian renang mini hanya menutup payudara dan vaginanya saja, sedangkan Darwis mempergunakan celana renang kecil mirip CD. Mereka berdua asyik sambil berlari. Mereka menceburkan diri kemudian berbalik minum dan saling berbincang.Kulihat Anik merapatkan duduknya pada Darwis dan setelah bercakap-cakap sebentar tangan Darwis menggelitik pinggang Anik, dia menggelinjang sambil mendesah “Ampun Wis.. lepaskan geli nih..” pintanya, sementara tangan Darwis terus mengucek pinggang Anik yang ramping. Anik semakin menggelayut manja pada Darwis dan kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Darwis dengan memeluk serta mengulum mulut Anik yang ranum. Aku jadi semakin panas melihat adegan ini. Kuperhatikan terus mereka sambil menahan panas hati yang semakin membara. Kulihat tangan Darwis semakin berani mengelus seluruh tubuh istriku, kini istriku tidur dipangkuan Darwis sementara mulut Darwis tidak lepas dari mulut istriku. Dibiarkannya tangan Darwis menelusuri payudaranya yang ranum, Anik mengangkat dadanya tinggi-tinggi sehingga tangan Darwis berhasil menyusup di belakang pinggang Anik dan melepas pengait BH-nya, Anik tergolek hanya dengan memakai celana dalam saja. Kuperhatikan dari jauh tampak tubuh Anik yang mulus dengan payudara mencuat dan pentilnya menonjol merah kecoklatan ditimpa tangan Darwis yang kecil hitam dan berbulu kontras sekali. Aku secara tidak sadar mulai terangsang juga melihat mereka berdua yang semakin menjadi-jadi, mulut Darwis menelusuri seluruh lekuk tubuh Anik dan Anik semakin menggelinjang tak menentu. Mulut Darwis berhenti pada puting susu Anik dan dihisap-hisap seperti bayi kelaparan sedangkan tangannya tak berhenti pada pinggang saja terus bergerak tiap centimeter pada kulit halus Anik. Aku semakin senewen dibuatnya, kupegang penisku mulai mengeras juga melihat adegan gila tersebut.Semakin lama tangan Darwis semakin berani, perlahan dimasukkan kedalam CD Anik dan diuceknya vagina Anik. Tangan kecil hitam dan berbulu tersebut kini tenggelam dalam vagina Anik. Tali pengait CD di pinggang ditarik keras oleh Darwis dan kini aku juga jelas melihat Anik tidur telentang tanpa busana, sesaat Darwis memandang penuh kekaguman tubuh putih mulus dengan buah dada besar bergoyang serta bulu vagina cukup lebat hitam dan keriting dan mata Anik terpejam pasrah. Tidak menunggu lama, tangan Darwis memegang dua lutut Anik dan merenggangkannya, sehingga tampak jelas daging kecil merah di tengah vagina Anik, dan Darwis mulai menjilati dengan rakus. Anik semakin menggelinjang merasakan ulah Darwis. Dijulurkan lidahnya memasuki lubang vagina yang membasah, Anik mengangkat pantatnya tinggi-tinggi saat mulut Darwis manjauhi vaginanya seakan Anik tidak rela mulut Darwis menjauh dari vaginanya. Tak lama kemudian Anik bangun dan mendorong Darwis untuk tidur, Anik mulai merayap pada tubuh Darwis yang kurus, diciuminya Darwis menyeluruh dari mulut sampai dada, mulut Anik terus menjalar ke perut sementara tangannya menuju CD Darwis, diusapnya perlahan dari luar kemaluan Darwis dan Darwis menggelinjang. Tangan Anik menarik keras CD Darwis dan kulihat kemaluan Darwis berdiri tegak menantang, aku terkejut juga melihat ukurannya, Darwis yang orangnya kecil ukuran kemaluannya luar biasa panjang dan besarnya kuperkirakan 22 centimeter sedangkan tangan istriku mulai mengocok turun naik.Kemaluan Darwis tidak dapat digenggam semua oleh Anik. Sambil mengocok Anik memandangi kemaluan Darwis dengan kagum dan mulut yang tak henti mendesah. Tanpa membuang waktu lagi mulut Anik maju menelungkupi kemaluan Darwis, tapi sayang mulut mungil itu tak sanggup menampung kemaluan yang membonggol, dipaksakannya mulut Anik mengulum tapi tetap tak bisa. Akhirnya hanya kepala dan sebagian kemaluan yang berhasil tenggelam dalam mulut Anik. Telur kemaluan tak lepas dari jilatan lidahnya, kulihat gerakan tubuh Darwis mulai tak beraturan, dan akhirnya Anik mengambil inisiatif dengan memegang kepala kemaluan Darwis, diarahkan kevaginanya dan Anik dalam posisi di atas menduduki paha Darwis. Anik berusaha memasukkan semua bagian milik Darwis. Hal itu kulihat dari kesungguhannya dalam menuntun kemaluan Darwis menuju lubangnya. Dengan setengah menjerit kudengar Anik berhasil. Saat pantat Anik naik kulihat lubang vaginanya seolah mau ikut keangkat karena terbebani olah kemaluan yang begitu besar. Sambil meringis Anik mulai menggerakkan pantatnya cepat-cepat dan..
“Ahh.. enngghh.. szztt”,Kudengar juga suara kecipak, kelihatannya vagina Anik sudah banjir, tapi Darwis masih senyum-senyum saja melihat ulah Anik yang menggila. Aku jadi tidak betah, cepat-cepat kukeluarkan kemaluanku dan kuelus sebentar, kiranya spermaku sudah muncrat keluar, sambil kupandangi kemaluanku dan kubandingkan, jauh sekali dengan milik Darwis, makanya istriku tergila-gila kepadanya. Kini istriku dalam posisi menungging sementara Darwis asyik memegang pinggul serta meremasnya sambil menyodok-nyodokan penisnya keras-keras ke vagina Anik lewat belakang, aku jadi senewen, kenapa Darwis bisa sekuat itu, padahal aku cuma lima kali keluar masuk sudah bubar. Kulihat butir-butir keringat istriku meleleh rata di tubuhnya, akhirnya kulihat Anik berbalik, ditariknya keluar penis Darwis, dikocok dan dikulumnya lagi sambil mulutnya tetap bergumam.Darwis berteriak dan kusaksikan mulut Anik penuh dengan sperma Darwis dan Anik masih terus mengocoknya. Mulut itu masih tetap menjilat dan membersihkan sperma dengan rakus. Setelah bersih barulah Anik tersenyum dan Darwis memeluknya. Aku jadi bingung dan cepat-cepat aku ke kendaraan untuk kembali ke kantor, pikiranku suntuk, tak kusangka Anik tergila-gila dengan penis besar milik Darwis.

Friday 2 March 2012

Cerita seru Kasir Swalayan

Desy yang masih berumur 25 tahun tidak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada di Jakarta. Dengan semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa risau melihat putriya sering mendapat giliran jaga dari malam hingga pagi. Desy lebih memilih bekerja pada shift tersebut, karena dari saat tengah malam sampai pagi, jarang sekali ada pembeli, sehingga Desy bisa belajar untuk kuliahnya siang nanti.

Sampai akhirnya pada suatu malam, Desy mendapati dirinya ditodong oleh sepucuk pistol tepat di depan matanya. Yang berambut Gondrong, dan yang satu lagi berkumis tebal. Mereka berdua, menerobos masuk membuat Desy yang sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut. “Keluarin uangnya!” perintah si Gondrong, sementara si Kumis memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan Desy gemetar berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat, Desy berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Gondrong, Desy tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke lemari besi. Setelah si Gondrong merampas uang itu, Desy langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh. “Masa cuma segini?!” bentak si Gondrong. “Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Desy masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga jatuh berlutut di hadapan lemari besi. Desy mulai menangis, ia tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam lemari besi melalui celah pintunya. “Cepat!” bentak si Kumis, Desy merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Desy berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Desy yang ketakutan, mereka berdua percaya. “Brengsek! Nggak sebanding sama resikonya! Iket dia, biar dia nggak bisa manggil polisi!” Desy di dudukkan di kursi manajernya dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Desy juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Kumis kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Desy. “Beres! Ayo cabut!” “Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”. “Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”. “Gue pengen liat bentar aja!”. Mata Desy terbelalak ketika si Gondrong mendekat dan menarik t-shirt merah muda yang ia kenakan. Dengan satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Desy yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Desy meronta-ronta dalam ikatannya. “Wow, oke banget!” si Gondrong berseru kagum. “Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Kumis, tidak begitu tertarik pada Desy karena sibuk mengawasi keadaan depan toko. Tapi si Gondrong tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Desy lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Desy. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Desy ditariknya, tubuh Desy ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Desy terputus dan sekarang payudara Desy bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun. “Jangan!” teriak Desy. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Desy mulut si Gondrong menghisapi puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Desy menjerit ketika si Gondrong mengigit puting susunya. “Diem! Jangan berisik!” si Gondrong menampar Desy, hingga berkunang-kunang. Desy hanya bisa menangis. “Gue bilang diem!”, sembari berkata itu si Gondrong menampar buah dada Desy, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Desy. Kemudian si Gondrong bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Desy terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Gondrong terus memukuli buah dada Desy sampai akhirnya bulatan buah dada Desy berwarna merah. “Ayo, cepetan cing!”, si Kumis menarik tangan si Gondrong. “Kita musti cepet minggat dari sini!” Desy bersyukur ketika melihat si Gondrong diseret keluar ruangan oleh si Kumis. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Desy bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Desy berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali. “Hey, Roy! Tokonya kosong!”. “Masa, cepetan ambil permen!”. “Goblok lo, ambil bir tolol!”. Tubuh Desy menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 12 sampai 15 tahun. Desy mengeluarkan suara minta tolong. “sstt! Lo denger nggak?!”. “Cepet kembaliin semua!”. “Lari, lari! Kita ketauan!”. Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Desy, terikat di kursi, dengan t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya. “Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai. “Hei, liat nih! Ada kejutan!” Desy berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Desy, yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka. “Gila! Cewek nih!”. “Dia telanjang!”. “Tu liat susunya! susu!”. “Mana, mana gue pengen liat!”. “Gue pengen pegang!”. “Pasti alus tuh!”. “Bawahnya kayak apa ya?!”. Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Desy yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Desy, tangan-tangan meraih tubuh Desy. Desy tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Desy. “Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka melepaskan ikatan pada kaki Desy, tapi dengan tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Desy. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Desy keluar menuju bagian depan toko. Desy meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing jeansnya. Mereka menarik-narik jeans Desy sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Desy terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Desy sempat membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Desy merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Desy melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya! “Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di pantat Desy. Desy berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Desy. “Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada di atas meja layan hingga berjatuhan ke lantai. Desy berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Desy berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!” Langsung saja Desy mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Desy hingga berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Desy kemudian langsung mengikatnya dengan plester di sudut-sudut meja, tangan Desy sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Desy dan mengikatkan kaki-kaki Desy ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Desy berbaring telentang, telanjang bulat dengan tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X. “Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Desy terbelalak melihat penisnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Desy dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang. “Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina Desy. Desy melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Desy, membuat Desy sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Plester di mulut Desy ditariknya hingga lepas. Desy berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di atasnya. Langsung saja, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Desy. Pandangan Desy berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Desy. Desy terus menelan cairan tadi agar bisa terus mengambil nafas. Berandal yang duduk di atas dada Desy turun ketika kemudian, berandal yang sedang meperkosanya di pinggir meja bergerak makin cepat. Ia memukuli perut Desy, membuat Desy mengejang dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Desy sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati klimaks. Tangannya meremas dan menarik buah dada Desy ketika tubuhnya bergetar dan sperma pun menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di vagina Desy. Sementara itu berandal yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Desy. Desy tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Desy meronta-ronta membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Desy berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi. “Wah, wah, wah!” terdengar suara laki-laki di pintu depan. Desy terkejut dan berusaha menutupi dada dan vaginanya dengan kedua tangannya. “Tolong saya!” ratap Desy. “Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya Pak, panggilkan polisi!” “Nama lu Desy kan?” tanya laki-laki tadi. “Bagaimana bapak tahu nama saya?” Desy bingung dan takut. “Gue Roy. Orang yang kerjaannya di toko ini lo rebut!”. “Saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahu dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolong saya pak!”. “Gara-gara lo ngelamar ke sini gue jadi dipecat! Gue nggak heran lo diterima kalo liat bodi lo”. Desy kembali merasa ketakutan melihat Roy, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Desy kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia menyambar tangan Desy dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Desy betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Desy kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar. “Lepaskan! Sakit! aduuhh! Saya tidak memecat bapak! Kenapa saya diikat?” “Gue tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya gue udah keduluan. Jadi gue rusak aja deh nih toko”. Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Desy sehingga sekarang Desy duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dengan plester. Kemudian Roy mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Kemudian Roy mulai menghancurkan kotak pendingin es krim yang ada di kanan Desy. Es krim beterbangan dilempar oleh Roy. Beberapa di antaranya mengenai tubuh Desy, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya. Di depan, es tadi mengalir melalui belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke vagina Desy. Rasa dingin juga menempel di buah dada Desy, membuat putingnya mengeras san mengacung. Ketika Roy selesai, tubuh Desy bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yang meleleh. “Lo keliatan kedinginan!” ejek Roy sambil menyentil puting susu Desy yang mengeras kaku. “Gue musti kasih lo sesuatu yang anget.” Roy kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yang ada di tengah ruangan. Desy melihat Roy mendekat membawa beberapa buah sosis yang berasap. “Jangaann!” Desy berteriak ketika Roy membuka bibir vaginanya dan memasukan satu sosis ke dalam vaginanya yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan. Vagina Desy sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Desy menangis kesakitan kerena panas yang dirasakannya. “Keliatannya nikmat!” Roy tertawa. “Tapi gue lebih suka dengan mustard!” Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu. Cairan mustard keluar menyemprot ke vagina Desy. Desy menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tak terbayangkan olehnya. Sambil tertawa Roy melanjutkan usahanya menghancurkan isi toko itu. Desy berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Desy bergerak lunglai jatuh.” “Hei! Kalo kerja jangan tidur!” bentak Roy sambil menampar pipi Desy. “Lo tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.” Desy meronta ketakutan melihat Roy memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Roy mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Desy, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu Desy. Desy menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Roy juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Desy bercucuran di pipi. Kemudian Roy mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Roy hingga membuka keluar, Desy merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan. “Nah, udah jadi. Lo tau kan pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi gue sekarang pergi dulu, terus nanti gue pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!” “Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!” Roy tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Desy menangis ketakutan, puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Desy berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Desy melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Desy, telanjang dengan buah dada mengacung. Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya. Desy berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Desy menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan. Desy tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Desy merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Desy menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir. “Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.” “Tapi Mbak, pantat Mbak kan belon.” gelandangan itu berkata tidak jelas. “Jangan!” Desy meronta, ketika penis gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anus Desy. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Desy. Desy menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Desy tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Desy bisa membesar. Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Desy, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus Desy yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Desy merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju. Desy terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Desy, membuat Desy menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Desy merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Desy. “Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Desy. Kemudian ia mendorong Desy duduk dan kembali mengikat tangan Desy ke belakang, kemudian mengikat kaki Desy erat-erat. Kemudian tubuh Desy didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar. Sambi terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Desy terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Desy jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 6 pagi.

Cerita seru Kena Pelet

Yeni ditugaskan sebagai pimpinan unit sebuah bank BUMD di sebuah kabupaten. untuk itu maka ia harus berpisah dengan suaminya yang bekerja sebagai dosen dan pengusaha di kota. Yeni menyewa sebuah kamar paviliun yang dihuni oleh seorang wanita tua yang anak- anaknya pada ke kota semua. Pada hari pertama ia bertugas, banyak sekali kesan yang dapat di terimanya dari para bawahannya di kantor. Yeni pulang pergi ke kantor selalu menumpang bendi (delman) yang dimiliki oleh tetangganya yang bernama Udin, kebetulan Udin telah kenal baik dengan Mak Minah pemilik rumah yang ditempati Yeni. Udin seorang duda yang berumur kurang lebih 45 tahun, cerai dan tidak memiliki anak. Jarak rumah Udin dan Yeni memang jauh sebab di desa itu antara rumah dibatasi oleh kebun kelapa. Karena terlalu sering mengantar jemput Yeni, maka secara lambat laun ada perasaan suka Udin terhadap Yeni namun segala keinginan itu di buang jauh-jauh oleh Udin karena ia tahu Yeni telah mempunyai suami dan setiap minggu suami Yeni selalu datang, tingkah suami istri itu selalu membuat Udin tidak enak hati, namun ia harus pasrah bagaimanapun sebagai suami istri layaklah mereka berkumpul dan bermesraan untuk mengisi saat kebersamaan. Udin setiap hari selalu melihat sosok keelokan tubuh Yeni tapi bagaimana caranya menaklukannya, sedang birahinya selalu minta dituntaskan saat bersama Yeni diatas bendinya. Kemudian timbullah pikiran licik Udin dengan meminta pertolongan seorang dukun, ia berkeinginan agar Yeni mau dengannya. Atas bantuan dukun itu, Udin merasa puas dan mulailah ia mencoba pelet pemberian dukunnya. Siang saat Yeni menumpang bendi, Udin melihat paha Yeni yang putih mulus itu, kejadian itu membuat birahi Udin naik dan kejantanannya berdiri saat itu ia mengenakan celana katun yang longgar sehingga kejantanannya yang menonjol terlihat oleh Yeni, Udin malu dan berusaha membuang muka, sedang Yeni merasa tidak enak hati dan menutupkan pahanya, wajahnya bersemu merah ia merasakan bahwa batang kemaluan Udin itu memang besar dan panjang tidak seperti milik suaminya. Ia tahu pasti kalau bercinta dengan Udin akan dapat memberikan anak baginya serta kepuasan yang jauh berbeda saat bercinta dengan suaminya, memang saat akhir-akhir ini frekwensi hubungan seks dengan suaminya agak berkurang dan suaminya cepat selesai, telah 2 tahun menikah belum ada tanda-tanda ia hamil ini semakin membuat ia uring-uringan dan kepuasan yang dia harapkan dari suaminya tidak dapat Yeni nikmati. Sedang kalau ia melihat sosok Udin tidaklah sebanding dengannya karena status sosial dan intelektualnya jauh dibawah suaminya ditambah face-nya yang tidak masuk katagorinya di tambah lagi kehidupan Udin yang bergelimang dengan kuda kadang membuatnya jijik, namun semua itu dibiarkannya karena Yeni butuh bantuan Udin mengantar jemput, ditambah Udin memang baik terhadapnya. Kalau dilihat sosok Yeni, ia seorang wanita karier berusia 27 tahun dan ia telah bekerja di bank itu kurang lebih 4 tahun, ia menikah dengan Beni, belun dikaruniai anak, tingginya 161 cm, rambut sebahu dicat agak pirang, kulit putih bersih dan memiliki dada 34B sehingga membuat para lelaki ingin dekat dengannya dan menjamah payudaranya yang montok dan seksi. Dengan berbekal pelet yang diberikan gurunya, Udin mendatangi rumah Yeni. Malam itu gerimis dan Udin mengetuk pintu rumah Yeni. Kebetulan yang membukakan pintu adalah Yeni yang saat itu sedang membaca majalah. "Eee.. Bang Udin tumben ada apa Bang?" tanya Yeni. "Ooo.. saya ingin nonton acara bola sebab saya tidak punya televisi apa boleh Bu Yeni?" jawab Udin. "Ooo.. boleh.. masuklah.. Bang.. langsung aja ke ruang tengah, televisi disitu.." Yeni menerangkan sambil ia menutup pintu. Diluar hujan mulai lebat. "Sebentar ya Bang?" Yeni ke belakang, membuatkan minum untuk Udin. Udin duduk diruangan itu sambil melihat televisi. Tidak berapa lama Yeni keluar membawa nampan berisi segelas air dan makanan kecil, sambi l jongkok ia menyilakan Udin minum. Saat itu Udin sempat terlihat belahan dada Yeni yang mulus sehingga Udin berdesir dadanya karena kemulusan kulit dada Yeni. Sambil minum Udin menanyakan, "Mak Minah mana Bu, kok sepi aja?" "Ooo Mak Minah sudah tidur," jawab Yeni. "Bagaimana kabarnya Bang?" Yeni membuka pembicaraan. "Baik-baik saja," jawab Udin sambil melafalkan mantera peletnya. Sambil menonton Udin berulang-ulang mencoba manteranya, saat itu Yeni sedang asyik membaca majalah. Merasa manteranya telah mengenai sasaran, Udin berusaha mengajak Yeni bicara tentang rumah tangga Yeni dan suaminya, diselingi ngomong jorok untuk membuat Yeni terangsang. Bu, sudah berapa lama Ibu kawin dan kenapa belum hamil?" tanya Udin. "Lho malu saya Bang, soalnya suami saya sibuk dan saya juga sibuk bekerja bagaimana kami mau berhubungan dan suami saya selalu egois dalam bercinta." jawab Yeni menjelaskan. "Oh begitu? bagaimana kalau suami ibu jarang datang dan ibu butuh keintiman?" tanya Udin. "Jangan ngomong itu dong Bang, saya malu masa rahasia kamar mau saya omongin ama Abang?" jawab Yeni. "Bu Yeni, saya tau Ibu pasti kesepian dan butuh kehangatan lebih-lebih saat hujan dan dingin saat ini apa Ibu nggak mau mencobanya?" Udin berkata dengan nada terangsang. "Haa.. dengan siapa?" jawab Yeni, "Sedang Beni suamiku di kota," timpalnya. "Dengan saya.." jawab Udin. "Haa gila! masa saya selingkuh?" Yeni menerangkan sambil mengeser duduknya. Udin merasa yakin Yeni tidak menolak jika ia memegang tangannya. "Jangan lah Bang, nanti dilihat Mak Minah." Yeni mengeser duduknya. "Oooh.. Mak Minah udah tidur tapi..?" jawab Udin memegang tangan Yeni dan mencoba memeluk tubuh mulus itu. Sambil mencoba melepaskan diri dari Udin Yeni beranjak ke kamar, ia memang berusaha menolak namun pengaruh dari pelet Udin tadi telah mengundang birahinya. Ia biarkan Udin ikut ke kamarnya. Saat berada di kamar, Yeni hanya duduk di pingir ranjangnya dan Udin berusaha membangkitkan nafsu Yeni dengan meraba dada dan menciumi bibir Yeni dengan rakus sebagaimana ia telah lama tidak merasakan kehangatan tubuh wanita. Udin berusaha meremas dada Yeni dan membuka blous tidur itu dengan tergesa-gesa, ia tidak sabar ingin menuntaskan birahinya selama ini. Sementara mulutnya tidak puas- puasnya terus menjelajahi leher jenjang Yeni turun ke dada yang masih ditutupi BH pink itu. Sementara Yeni hanya pasrah terhadap perbuatan Udin, ia hanya menikmati saat birahinya ingin dituntaskan. Kemudian tangan Udin membuka tali pengikat BH itu dari belakang dan terlihatlah sepasang gunung kembar mulus yang putingnya telah memerah karena remasan tangan Udin. Dengan mulutnya, Udin menjilat dan mengigit puting susu itu sementara tangan Udin berusaha membuka CD Yeni dan mengorek isi goa terlarang itu. Udinpun telah telanjang bulat lalu ia meminta Yeni untuk mengulum batang kemaluannya, Yeni menolak karena batang kejantanan Udin panjang, besar dan baunya membuat Yeni jijik. Dengan paksa Udin memasukan batang kejantanannya ke mulut Yeni dengan terpaksa batang kejantanan itu masuk dan Yeni menjilatnya sambil memainkan lidah di ujung meriam Udin. Udinpun tidak ketinggalan dengan caranya ia memainkan lidahnya di liang kewanitaan Yeni, lebih- lebih saat ia menemukan daging kecil di belahan liang kewanitaan itu dan dijilatinya dengan telaten sampai akhirnaya setelah berualng-ulang Yeni klimaks dan menyemburkan air maninya ke mulut Udin. Saat lebih kurang 20 menit Udinpun memuncratkan maninya ke mulut Yeni dan sempat tertelan oleh Yeni. Kemudian Udin mengganti posisi berhadap-hadapan, Yeni ditelentangkannya di ranjang dan di pinggulnya diletakkan bantal lalu ia buka paha Yeni dengan menekuk tungkai Yeni ke bahunya. Sambil tangannya merangsang Yeni kedua kalinya Udinpun meremas payudara Yeni dan mengorek isi liang kewanitaan Yeni yang telah memerah itu, lalu Yeni kembali dapat dinaikkan nafsunya sehingga mudah untuk melakukan penetrasi. Bagi Udin inilah saat-saat yang di tunggu- tunggunya, paha ya ng telah terbuka itu ia masukkan batang kejantanannya dengan hati-hati takut akan menyakiti liang kewanitaan Yeni yang kecil itu. Berulang kali ia gagal dan setelah sedikit dipaksakan akhirnya batang kejantanannya dapat masuk dengan pelan dan ini sempat membuat Yeni kesakitan. "Ouu.. jangan keras- keras Bang, ntar berdarah," kata Yeni. "Sebentar ya.. Yen sedikit lagi," kata Udin sambil mendorong masuk batang kejantanannya ke dalam liang kewanitaan sempit itu. Dengan kesakitan Yeni hanya membiarkan aksi Udin itu dan mulutnya telah disumbat oleh bibir Udin supaya Yeni tidak kesakitan. "Ooouu.. ahh.. ahh.. aahh.." hanya itu yang terdengar dari mulut Yeni dan itu berlangsung lebih kurang 17 menit dan akhirnya Udin menyemburkan air kenikmatannya dalam liang kewanitaan Yeni sebanyak-banyaknya dan ia lalu rebah di samping Yeni hingga pagi. Permainan mesum itu berlangsung tiga kali dan membuat Yeni serasa dilolosi tulang benulang hingga ia merasa harus libur ke kantor karena ia tidak kuat dan energinya terkuras oleh Udin malam itu. Sejak kejadian itu hampir setiap kesempatan mereka selalu melakukan hubungan gelap itu, karena Yeni telah berada dibawah pengaruh pelet Udin dan saat suaminya datang Yeni pandai mengatur jadwal kencannya sehingga tidak membuat curiga suami dan masyarakat di desa itu, mereka kadang-kadang melakukan hubungan seks di gubuk Udin yang memang agak jauh dari rumah penduduk lainnya. Yenipun rajin menggunakan pil KB karena ia juga takut hamil karena hubungan gelapnya itu dan suatu hari ia terlupa dan ia positif hamil, ia amat gusar dan karena pintarnya Yeni memasang jadwal dengan suaminya maka suaminya amat suka cita dan padahal Udin tahu benih itu adalah anaknya karena hampir tiap ada kesempatan ia melakukanya dengan Yeni sedang dengan suaminya Yeni hanya sekali 20 hari dan tidak rutin. Akhirnya anak Yeni lahir di kota karena saat akhir kehamilannya, Yeni pindah ke kota sesuai permintaan suaminya, tidak ada kemiripan anaknya denagn Beni yang ada hanya mirip Udin. Sejak Yeni berada di kota, secara sembunyi- sembunyi Udin menyempatkan diri untuk berkencan dengan Yeni karena Yeni sudah tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh pelet Udin.
TAMAT

Cerita seru Petualangan Istriku Di Pesta Pantai

Sekitar satu minggu yang lalu isteriku, Dayu dan aku diundang hadir ke sebuah beach resort bersama dengan rekan-rekan kerjanya. Isteriku bekerja pada bagian marketing di sebuah perusahaan besar yang sangat sukses beberapa tahun belakangan, dan hal tersebut berimbas pada kesejahteraan karyawannya yang semakin naik dan beberapa bonus juga, salah satunya adalah perjalanan ke resort kali ini. Aku sangat bergairah untuk pergi, meskipun dia merasa khawatir bertemu dengan rekan-rekan kerja isteriku. Kantor Dayu bekerja sangatlah berkultur informal, dan kadang Dayu cerita padaku tentang semua godaan dan cubitan yang berlangsung selama jam kerja. Aku bekerja pada sebuah firma hukum, yang sangat disiplin dan professional, dan bercanda apalagi saling goda merupakan hal yang tak bisa ditolerir dalam perusahaan. Dan hal itu mempengaruhi sikap dan perilakuku dalam keseharian, aku menjadi seorang yang tegas dan formal. Aku tak begitu yakin bisa berbaur dengan rekan kerja Dayu nanti. Dayu sendiri adalah seorang wanita periang dan mudah bergaul. Berumur 30 tahun, potongan rambut pendek seleher dan berwajah manis. Dia agak sedikit pendek dibawah rata-rata, pahanya ramping yang bermuara pada pinggang dengan pantat yang kencang. Sosok mungilnya berhiaskan sepasang payudara yang lumayan besar dan namun bulat kencang meskipun tanpa memakai penyangga bra. Kami berjumpa dibangku kuliah dan menjadi dekat dalam waktu singkat lalu menikah tak lama setelah kami lulus. Dia tak begitu berpengalaman dalam hal seks, meskipun aku bukanlah lelaki pertama yang berhubungan seks dengannya. Kala hari perjalanan itu tiba, kami mengenderai mobil menuju resort tersebut. Dalam perjalanan kesana Dayu menceritakan kalau dia telah membeli sebuah bikini baru untuk akhir pekan kali ini. “Mau pamer tubuh ke orang-orang, ya?” candaku padanya.
“Mungkin,” jawabnya dengan tersenyum.
“Maksudmu?” tanyaku penasaran. Dayu yang kutahu tak begitu suka mempertontonkan tubuhnya, aku selalu merasa sulit untuk sekedar memaki pakaian renang yang minim.
“Nggak ada, bukan apa-apa” Dayu tertawa menggoda suaminya. “Sudah pernah kubilang padamu kan kalau dikantor kita senang bercanda dan saling menggoda. Liburan ini pasti tak ada bedanya, hanya tempat dan suasananya yang beda untuk sedikit genit didepan para pria.”
“Kamu juga genit di depan teman-teman priamu?” tanya Wisnu gusar.
“Bukan cuma aku, sayang. Semua teman wanitaku juga melakukannya kok,” jawab Dayu menjelaskan. “Cuma sedikit genit, menggoda dan bercanda. Kamu tahu, kadang saling bercanda mmm… yeah bercanda agak jorok, seks dan juga sedikit tontonan.”
“Tunggu, apa?” suara Wisnu agak meninggi. “Tontonan? Kamu mempertontonkan tubuhmu ke teman-teman priamu?”
“Oh, sayang, ini bukan sungguh-sungguh,” jawab Dayu. “Cuma menggoda kok. Hanya sedikit menyingkap baju, kadang sedikit memberi bonus dengan memperlihatkan dada sebentar.” Aku terhenyak, isteriku memperlihatkan payudaranya pada pria lain? Pria lain di kantornya? Ini bukan seperti sosok Dayu yang kukenal selama ini. Hanya seberapa dekat dia dengan teman kerja prianya? Kepalaku dipenuhi oleh pikiran yang berkecamuk tak karuan hingga akhirnya kami tiba di resort. Segera kuparkir kendaraan kami. Begitu memasuki lobby dengan bawaan kami, sekelompok orang melambai ke arah Dayu untuk mendekat. Mereka adalah beberapa orang dari rekan-rekan kerjanya dan Dayu memperkenalkanku. Alan, Dave, Eddie, Gary adalah nama taman-teman prianya dan yang wanitanya Sasha, Kristin, Melly dan Nina. Mereka berkata pada Dayu kalau semua orang harus bertemu di kolam renang pribadi dan minum-minum dulu sebelum berikutnya pergi ke pantai. Kami setuju untuk menyusul mereka secepatnya setelah menaruh bawaan dikamar dan berganti pakaian. Baru saja mereka beranjak, Alan sudah beraksi dengan mencubit pinggul Dayu yang langsung memekik kegelian dan mendorong tubuh Alan menjauh. Aku sangat terkejut mendapati hal tersebut dan hampir saja teriak marah, tapi mereka semua mulai tertawa, termasuk Dayu, jadi aku pikir inilah sebagian dari cara mereka saling menggoda dan bercanda. Aku tak mau dianggap seorang yang kolot dan tak bisa berbaur di lima menit pertama kehadiranku, jadi aku hanya diam saja membiarkan. Kami menuju ke kamar kami dan mulai berganti pakaian dengan pakaian renang. Dayu masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan kemudian keluar dengan sebuah handuk membalut tubuhnya. Aku ingin melihat apa yang dipakainya dibalik handuk tersebut, tapi dia langsung memotongku sebelum mampu berkata sepatah kata “Ayo, kita turun!” Kuraih sebuah buku dan berjalan mengikutinya menuju kolam renang. Kantor Dayu pasti sudah menyewa seluruh kolam tersebut, karena ada logo perusahaan pada semua handuk dan pada tulisan selamat datang. Ada sekitar lima puluhan orang di area kola mini. Kebanyakan dari mereka adalah pria, dan yang membuatku kecewa, kebanyakan dari mereka terlihat muda dan menarik. Para wanitanya juga tak ada yang mengecewakan. Kebanyakan mereka hanya berbikini minim memperlihatkan keindahan tubuh muda mereka. Baru saja aku hendak bertanya dimanakah teman-temannya yang tadi, saat kulihat isteriku sedang membuka handuk penutup tubuhnya. Apa yang terpampang dihadapanku sangat membuatku terpaku, dibalik handuk tersebut dia memakai sebuah bikini warna merah tua dan… sangat minim. Bagian atasnya hanya menutup sebagian depan dari payudaranya, dan tali penahannya yang terkalung dileher jenjangnya terlihat seakan siap untuk dilepas. Sedangkan bagian bawah hampir menyerupai thong, memperlihatkan keindahan paha dan bongkahan pantatnya. Dia terlihat begitu menawan. Tak heran dia menutupinya dengan handuk saat dikamar tadi, pikirku. Dia tahu kalau aku pasti akan meributkan apa yang dipakainya. Baru saja aku hendak berkomentar namun terpotong oleh sebuah teriakan dari seberang kolam, “Hey, lihat Dayu!” Dan langsung disusul oleh riuh rendah suara yang diiringi siulan nakal dari para pria di area kolam tersebut. Dayu hanya tertawa riang lalu melakukan sebuah pose, memperlihatkan perutnya yang rata dan kemulusan pahanya sambil mengoleskan sun-block ke tubuhnya. Dia menoleh ke arahku dan berkata, “Lihat kan? Hanya menggoda saja!” Aku hanya mengangguk dan terdiam. Aku harapdia mengatakan sesuatu tentang betapa terbukanya pakaian renang yang dia pakai ini tapi itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan, ini tetap hanya sebuah bikini. Jika para pria ingin memandangi tubuh isteriku, apa salahnya dengan itu? Bahkan aku bisa merasa bangga akan hal tersebut. Aku rebah di atas bangku malas dan mulai membuka buku yang kubawa sedangkan Dayu berjalan menghampiri teman-temannya. Aku berencana menghabiskan waktu dengan membaca, namun mataku terus melayang ke arah dimana isteriku berada. Setiap kali aku melihat Dayu, dia tengah asik bercanda dengan teman prianya. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti membaca, dan hanya memperhatikan setiap tingkah lakunya sambil terus pura-pura membaca bukuku. Di salah satu sudut kolam tersebut ada bar yang menyuguhkan berbagai macam minuman dan sudah berulang kali aku kesana untuk sebotol bir dingin. Kelihatannya minumannya sudah dipersiapkan dalam jumlah dan ragam yang banyak untuk membuat pesta ini berjalan meriah. Kuamati Dayu sudah berulang kali pergi ke sana untuk segelas margaritas dan entah sudah berapa banyak orang yang pergi mengambilkan minuman untuknya. Namun yang jelas dia semakin bertambah mabuk seiring berjalannya waktu. Ditambah lagi para pria yang mendorongnya dan juga para wanita lainnya untuk minum lebih banyak lagi. Pada suatu kesempatan Dave menantang Dayu untuk berlomba menghabiskan minuman dalam gelas mereka, yang tentu saja dimenangkan Dave dengan mudah, melihat kondisi Dayu sudah lebih dari sekedar mabuk. Baru saja aku mulai kembali membaca, Dayu datang menghampiri. Dia baru saja keluar dari dalam kolam dan tubuhnya basah kuyup. Dengan kain penutup tubuh yang dia kenakan menempel erat disetiap lekuk tubuhnya, membuat dia semakin terlihat menggoda.
“Hai, sayang,” sapanya. “Sudah lebih santai?”
“Yeah,” jawab Wisnu. “Kamu sendiri, bisa bersenang-senang?”
“Oh, ya,” dia tersenyum manja. “Aku sudah agak mabuk.” Itu terlihat jelas, tapi aku tak mau lebih mendesaknya. Dayu mengeringkan tubuhnya dengan handuknya, lalu melangkah kembali ke teman-temannya. Aku kembali pada bacaanku, hingga tiba-tiba saja kudengar suara jeritan. Dengan cepat aku menoleh ke arah suara tersebut, tepat disaat kulihat Melly yang tengah menutupi payudara telanjangnya dengan tangannya. Salah satu dari pria tersebut menarik lepas penutup dadanya dan sekarang tengah berlari dipinggiran kolam dengan menenteng penutup dada tersebut. Melly mengejarnya, dengan lengan menyilang menutupi dadanya hingga si pria berhenti lalu menangkap tubuh Melly dan menariknya bersamanya menceburkan diri ke dalam kolam. Aku dengar sebuah suara jeritan lagi dan salah seorang wanita yang tak kukenal sekarang juga tak berpenutup dada. Alih-alih menutupi payudaranya, kali ini si wanita hanya membiarkan saja pria yang menarik lepas penutup dadanya itu berlari menjauh dan dia terus mengobrol dengan temannya seakan tak terjadi apapun. Aku memandang sekeliling untuk mencari Dayu. Dia sedang sedang mengobrol dengan seorang pria di kolam yang dangkal. Kuperhatikan Alan sedang berenang ke arahnya dari belakang dan muncul tepat dibelakangnya lalu menyentakkan tali penahan penutup dadanya di leher. Penutup dada Dayu tertarik erat menekan daging bulat kenyal tersebut dan tiba-tiba saja payudaranya terayun meloncat lepas dari penutupnya. Dia memekik dan tubuhnya berbalik ke belakang untuk memukul Alan. Alan mengangkat penutup dada tersebut tinggi ke atas, Dayu hanya tertawa keras lalu melompat mencoba merebutnya. Nampak payudaranya terayun seiring tiap lompatannya, puting merah mudanya terlihat jelas mencuat keras membuat seluruh pria dikolam tersebut bersorak riuh. Dave bergerak ke belakang Dayu lalu menangkap pinggangnya dan mengangkatnya tinggi tinggi agar bisa meraih penutup dada yang dipegangi Alan. Dayu rebut penutup dada tersebut dari tangan Alan lalu mengibaskannya pada Alan dengan tertawa genit. Dayu mulai memakai kembali penutup dadanya, namun masih kalah cepat dengan tangan Alan yang menjulur ke arahnya untuk meremas payudara telanjangnya yang sebelah kiri. Kembali Dayu memekik dan menepis tangan Alan untuk menjauh. Rupanya para wanita tak membiarkan begitu saja dengan perbuatan para pria terhadap penutup dada mereka. Beberapa menit setelah Dave membantu Dayu tadi, nampak Melly berjalan mengendap dibelakang Dave yang sekarang berdiri di depan Bar lalu menarik turun celana renang yang dipakai Dave. Sebuah batang penis yang besar menyembul keluar dan seluruh wanita menjerit riuh tak terkecuali Dayu. Dave hanya tertawa keras dan mulai mengejar Melly yang berlari mengitari tepian kolam. Dengan konyol Dave berlari mengejr dan mengibas-ngibaskan batang penisnya ke arah Melly yang berlari, menjerit dan tertawa. Setelah beberapa menit kemudian, Dayu keluar dari kolam renang dan berjalan ke arahku. Sebelum dia mampu mengucap sepatah kata, aku sudah memberondongnya dengan pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi disana. “Oh, sayang, bukan apa-apa. Mereka hanya bersenang-senang, itu saja,” jawab Dayu.
“Aku rasa melihatmu telanjang dada dan juga menyentuh dadamu bukan sekedar bercanda atapun senang-senang!” kataku ketus.
“Sayang, jangan terlalu kolot begitu. Lagipula aku sudah memakai penutup dadaku lagi. Lihat para pria itu, mereka melepas beberapa penutup dada teman wanitaku yang lainnya lagi dan sebagian dari para merka, mereka tak ambil pusing untuk memakainya lagi.” Dia berhasil memojokkanku. Beberapa teman wanitanya sekarang sudah mondar-mandir dengan telanjang dada, terkadang salah seorang pria akan mendekat untuk sekedar menyentuh atau meremas payudara mereka. “Lagipula,” Dayu membungkuk dan tiba-tiba memelankan suaranya, “Bukankah ini membuatmu terangsang melihat para pria melirikku? Mengintip dadaku dan menyentuhnya sedikit?” Aku jadi terdiam karena memang itu kenyataannya. Aku merasakan rangsangan setelah melihat para pria tersebut menggoda isterinku, namun aku juga merasakan cemburu yang sangat besar. “Semua hanya coba bersenang-senang dan tak ada yang dirugikan,” sambung Dayu lagi. “Coba pikirkan saja betapa nakalnya isterimu ini, membiarkan para pria melihat dadanya dan menyentuhnya.” Aku menganggukkan kepala pelan dan dia tersenyum lebar lalu melangkah pergi. Aku merasa harus mengucapkan sesuatu, namun moment tersebut telah musnah. Lagipula, jika para pria berlaku seperti itu pada semua wanita di sini, tak ada alasan bagiku untuk merasa marah. Aku coba lagi untuk konsentrasi pada buku yang kubawa, namun tak berapa lama rasa kantuk melanda. Aku ambil kacamatku lalu dengan cepat terlelap. Saat aku terbangun, suasana menjadi sangat riuh di dalam kolam. Kebanyakan para wanita yang berada disana sudah tak memakai penutup dada lagi, termasuk Kristin yang tengah berjalan lewat di depan tempatku berada. Kristin berbadan lebih tinggi dibandingkan Dayu, tapi payudaranya lebih kecil. Dadanya terekspos bebas, dan penutup dadanya terlihat menggantung dilehernya, mungkin hasil usil beberapa pria yang melepaskan pengaitnya. Aku masih merasa ngantuk namun sudah terjaga, dan dengan kaca mata yang menutupi mataku terlihat aku masih tertidur. Aku sapukan pandangan ke seantero area kolam untuk mencari istriku dan kusaksikan suasana sudah semakin memanas, beberapa pasang pria wanita bahkan terlihat saling bercumbu di dalam kolam renang tanpa mempedulikan sekeliling lagi. Akhirnya kutemukan keberadaan Dayu, yang sedang duduk dipinggir kolam dengan kakinya masuk ke dalam air. Alan menemaninya di dalam kolam, lengannya bertumpu di atas paha Dayu. Keduanya terlihat asik ngobrol dengan wajah yang hampir bersentuhan. Ekspresi wajah Dayu terlihat jengah, sedangkan Alan terlihat sedang merajuk tentang sesuatu. Sebentar-sebentar terdengar suara tawa renyah pecah dari mulut Dayu, terdengar jelas kalau dia masih dalam kondisi mabuk. Beberapa menit berselang, terlihat Dayu mengangkat lengannya dan mengangkat salah satu tali penahan penutup dadanya dibahunya kemudian pelan-pelan dia turunkan dari bahunya. Alan mengucapkan sesuatu yang kembali membuat tawa isteriku pecah. Kemuadian dia memegang tangan Dayu dan menariknya masuk ke dalam air diantara kedua pahanya. Brengsek, umpatku dalam hati. Apa Alan sudah membuat isteriku menyentuh batang penisnya? Dayu memekik terkejut pada awalnya lalu kembali dia tertawa. Dia tetap membiarkan tangannya berada di dalam air, lalu mulailah terlihat dia menggerakkan tangannya. Kembali Alan mengucapkan sesuatu dan Dayu tertawa lagi, lalu dia angkat tangannya dari dalam air dan menurunkan tali penahan penutup dadanya yang satu lagi dari bahunya. Dia memandang sekilas kearahku, dan aku terdiam tak berani bergerak. Aku pasti telah membuatnya yakin kalau aku masih tertidur lelap karena kemudian dia menoleh kembali pada Alan. Penutup dadanya sekarang hanya bergantung ditahan hanya oleh daging bulat payudaranya saja. Alan sekarang memandanginya tanpa sungkan-sungkan lagi dan mengobrol dengan penuh semangat. Aku tak tahu apa yang tengah dia ucapkan, tapi melihat isteriku yang terlihat melakukan setiap apapun yang Alan pinta, itu pasti sebuah paduan sempurna dari sebuah humor dan rayuan. Beberapa saat berikutnya kembali tangan Dayu masuk ke dalam air. Kali ini dia terlihat menahan nafas. Apapun yang dia pegang di dalam air tersebut, itu membuatnya terkesan. Alan tertawa dan membisikkan sesuatu yang membuat tawa Dayu lebih pecah dengan kerasnya. Kembali Dayu mengangkat tangannya dari dalam air kemudian meremas kedua lengannya rapat-rapat. Belahan daging payudaranya terangkat sedikit, cukup untuk membuat penutup dadanya sedikit lebih turun lagi, membuat putingnya sekarang terekspos di hadapan mata Alan. Putingnya yang merekah terlihat sangat keras dan mencuat menggiurkan dari bulat kenyalnya payudaranya yang indah. Menyaksikan hal itu membuatku sangat terkejut sekaligus merasa api birahiku berkobar hebat, batang penisku langsung tebangun dan ereksi penuh. Aku tak bisa percayai kalau isteriku telah mengekspos dirinya dihadapan seorang pria seperti itu, dan aku tak bisa percaya kalau diriku sendiri merasa terangsang karena melihat kejadian tersebut. Apa yang salah dengan diriku? Alan sangat menikmati waktunya mengamati keindahan payudara Dayu untuk bebeapa waktu, kemudian dia membungkuk mendekat ke arah Dayu dan membisikkan sesuatu di telinganya. Dayu tertawa genit dan kembali tangannya bergerak masuk ke air. Keduanya diam tak berbicara untuk beberapa saat sedangkan tangan Dayu bergerak naik turun di dalam air. Terlihat nyata kalau Dayu tengah mengocok batang penis Alan. Beberapa detik kemudian Dayu menoleh ke arahku dengan ragu-ragu. Aku yakin jika dia melihatku bergerak, maka dia akan langsung menghentikan apapun yang tengah dia lakukan itu, tapi aku tetap diam tak bergerak. Aku merasa seberapa besar rasa cemburu dalam dadaku, maka sebesar itu pula keinginanku untuk melihat apa yang akan terjadi berikutnya. Setelah memastikan kalau aku masih tetap tertidur, Dayu turun dari tepian kolam lalu masuk ke dalam air. Sekarang dia berdiri berhadapan dengan Alan, penutup dadanya menempel diperutnya. Kedua tangannya kembali masuk ke dalam air lalu keduanya nampak sedikit menggeliat untuk beberapa saat. Aku hanya mampu menebak apa yang tengah mereka lakukan hingga celana renang Alan tiba-tiba saja muncul dari dalam air disamping tubuhnya. Dayu telah melepaskannya! Keduanya tertawa berbarengan, lalu kembali Dayu memasukkan tangannya kedalam air. Nafas Alan mulai terlihat berat dan tatapan matanya terpaku pada payudara indah milik isteriku. Dayu hanya tertawa genit atas tatapan mata Alan pada payudaranya tersebut dan bahkan beberapa kali nampak dia sedikit menggoyangkan dadanya untuk memberikan sedikit tontonan pada Alan. Dayu mulai menggerakkan tangannya naik turun dengan cepat dan semakin bertambah cepat, sementara itu Atatapan mata Alan tak pernah lepas dari payudara isteriku. Tiba-tiba Alan memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit bibir bawahnya. Dayu melihat ke bawah dan menatap air seakan terhipnotis saat Alan mulai menggelinjang. Setelah beberapa saat dia berhenti menggelinjang dan membuaka matanya kembali. Lalu Alan membisikkan sesuatu padanya yang membuat Dayu menjerit dengan nada genit marah dan mendorong Alan menjauh. Alan tertawa dan menggenggam celana renangnya, sedangkan Dayu memakai penutup dadanya kembali. Aku sudah tak yakin lagi apakah yang mampu membuatku terkejut lagi, menyaksikan isteriku memasturbasi pria lain didepan mataku ataukah kenyataan bahwa tak ada seorangpun yang memperhatikannya. Melihat sekeliling, kusaksikan begitu banyak orang yang saling mencumbu, dan aku rasa mereka berdua merasa sangat yakin kalau tak ada seseorangpun yang memperhatikan apa yang mereka perbuat. Aku bertanya kalau diriku masih seorang pria lugu dan kolot lagi sekarang, benarkah begitu? Benakku menjawab, masih, namun batang penisku yang ereksi berkata tidak. Setelah setengah jam berikutnya, Kristin berdiri, masih bertelanjang dada mengumumkan bahwa saatnya untuk pergi ke pantai telah tiba. Perusahaan telah menyewa beberapa van untuk mengangkut semua orang disana dan tidak memperbolehkan memakai mobil sendiri. Aku pura-pura baru bangun dari tidurku saat Dayu berjalan mendekatiku. Dia masih agak mabuk, jika tak mau dikatakan mabuk dan kuputuskan untuk melihat apakah dia akan mengungkapkan semuanya. “Ada yang terjadi lagi saat aku tertidur?”
“Tak begitu banyak, sayang,” jawabnya.
“Ada lagi yang mencuri lepas penutup dada?” desakku.
“Kenapa?” tanya istriku dengan nada menggoda. “Apa kamu ingin dengar tentang itu?”
“Mungkin,” jawabku, meskipun dengan cara penyampaiannya itu membuatku terdengar sangat ingin mendengarnya.
“Well, tak ada lagi yang mencuri lepas penutup dada, tapi Alan masih ingin melihat payudaraku dan dia terus merajuk. Jadi kupikir dia juga sudah melihatnya, aku memberinya sedikit bonus lagi.”
“Oh,” jawabku.
“Jadi kuturunkan sedikit penutup dadaku dan membiarkan dia melihatnya. Tapi hanya itu saja. Tak apa-apa kan sayang? Kamu tak marah padaku karena sudah memperlihatkan payudaraku sebentar pada teman priaku?” jawabnya dengan nada merajuk.
“Aku rasa begitu…” jawabku datar. Aku sedang membayangkan dia memasturbasi Alan. Kami mengemasi handuk kami dan kemudian berjalan mengikuti yang lain menuju ke area parkir. Kami masuk ke dalam van yang semua orang di dalamnya tak kukenal lalu mulailah kami berangkat menuju ke pantai. Jalanan yang dilalui sangat jelek dan membuat van yang kami tumpangi terlonjak-lonjak, namun aku tak begitu merasakannya karena aku tengah fokus pada usaha untuk mengingat apa yang kusaksikan pada Dayu dan Alan tadi. Saat tiba di pantai, kuperhatikan kalau perusahaan juga sudah mengeset sebuah erena untuk permainan bola voli lengkap dengan net-nya dan segera saja Kristin dan Nana sudah berinisiatif untuk memuali sebuah pertandingan. Kuputuskan untuk rebah diatas pasir saja dan melihat, berusaha untuk menata perasaan dan melegakan himpitan dalam dada, sedangkan Dayu langsung bergabung dalam permainan. Kedua team terbagi dalam kelompok wanita dan pria. Sebenarnya pertandingan tersebut menyenangkan untuk disaksikan karena para pemainnya ternyata lumayan mahir dan juga karena para wanita terlihat begitu menawan saat melompat dalam balutan bikini minim mereka. Seiring jalannya pertandingan, suasana semakin bertambah panas, kata-kata jorokdan ejekan penuh sendau gurau terus bersahutan. Sekarang tibalah saatnya bagi isteriku untuk serve. “Siap-siap guys, kali ini kalian ak akan bisa mengemblikan!” teriaknya.
“Kamu mau bertaruh untuk penutup dadamu?” teriak Eddie membalas. Langsung terdengar riuh rendah suara menyambut dari para penontonnya. Dayu terdiam beberapa saat, mimik wajahnya menggambarkan ekspresi yang sangat seksi kemudian belas menyahut, “Kalau kamu tak bisa mengembalikannya, kamu harus melepas celanamu!”
“Ok, tapi itu tak akan terjadi sayang!” balas Eddie. Dayu merespon dengan melempar bola ditangannya tinggi-tinggi dan mengirimkan sebuah serve yang sangat kuat. Aku tak yakin berapa banyak rekan kerjanya yang tahu, kalau dia saat kuliah dulu termasuk andalan dalam team bola voli. Bola tersebut mengarah sangat sesuai dengan yang dia inginkan, mendarat dengan tajam diantara dua pemain yang paling payah. Para wanita bersorak menyambutnya sedangkan para pria terlihat menepuk kepalnya sambil mengerang kesal. Eddie bersiul dan menghadap ke arah Dayu, kemudian mencengkeram celananya kemudian menurunkannya. Batang penisnya tak sepanjang milik Dave namun jauh lebih besar. Benar-benar cukup besar untuk mengundang siulan dan teriakan dari para wanita. Dayu menatapnya dengan senyum birahi tergambar pada wajahnya. Belum pernah diamenatap bang penisku dengan ekspresi seperti itu sebelumnya. Dayu bersiap untuk serve berikutnya dan berteriak pada seorang pria yang tak kukenal, “Hey, Don! Mau bertaruh yang sama juga?”
Doni melihat ke arah Eddie, lalu beralih ke dada isteriku dan kemudian menjawab, “Tentu saja!” Dayu memberikan sebuah serve penuh tenaga lagi, namun kali ini para pria sudah lebih siap menyambutnya. Salah seorang pria melompat menyambut datangnya bola, bola tersebut melayang cukup tinggi bagi Dave untuk menyambutnya dengan smash yang keras. Para wanita terlihat terkejut dengan serangan tersebut, dan begitu bola mendarat mulus diatas pasir, para pria berteriak menyambutnya, “Lepas! Lepas!” Dayu menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganna, dia tertawa malu, lalu tangannya bergerak kebelakang tubuhnya untuk melepaskan penutup dadanya. Dia menahannya didada untuk beberpa saatdan kemudian melepas kain penutup dada tersebut ke samping. Payudara bulat indahnya yang dihiasi putting merah mencuat terpampang jelas tanpa penghalang lagi. Para pria mulai bersiut dan berteriak menyambutnya, sedangkan Dayu tampak memerah wajahnya dan tertawa. Dayu memainkan sisa pertandingan dengan bertelanjang dada, membuat semua orang mendapatkan sebuah tontonan indah. Setiap kali dia berlari atau melompat untuk mengembalikan bola, payudaranya akan memantul dengan seksi. Kuperhatikan semua selangkangan para pria terlihat menonjol karena ereksinya melihat semua gerakan isteriku, khususunya Eddie. Tak lama kemudian game tersebut berakhir dengan kemenangan dipihak team isteriku. Dayu dia berjalan memungut penutup dadanya, tapi tak memakainya kembali. Lalu dia berjalan menghampiri Eddie, yang baru saja mengambil celananya. Kuamati dia agak merentangkan punggungnya ke belakang, membuat payudaranya lebih menonjol kedepan. Mereka mulai mengobrolkan sesuatu, dan kuperhatikan pandangan isteriku lebih sering tertuju pada batang penis besarnya Eddie dan mata Eddie seakan juga tak mau lepas dari dada isteriku. Eddie mengucapkan sesuatu, lalu mendorongkan batang penisnya kearah isteriku. Dayu tertawa genit dan menggelengkan kepalanya, tapi pandangannya tak beralih dari batang penis tersebut. Eddie tetap pada posisinya, tak bergerak dan setelah beberapa lama tangan isteriku menggapai ke depan dan menggenggam batang penis milik Eddie. Dia memeganginya sejenak, kemudian dia sedikit menggoyangkannya dan dia tertawa senang. Eddie juga tertawa, kemudian tangannya terjulur kedepan dan menarik bagian depan dari kain penutup selangkangan yang dipakai Dayu. Dia membungkuk kedepan untuk mengintip vagina isteriku, sedangkan Dayu menjerit malu namun tak berusaha menghentikannya. Tiba-tiba saja Eddie menyentakkannya turun hingga ke pergelangan kaki isteriku. Dayu menjerit, membuat semua orang menoleh ke arahnya dan menyaksikan vaginanya yang dihiasi rambut tercukur rapi terekspos penuh. Tubuh indah isteriku telah telanjang seutuhnya sekarang, dan ekspresi malunya semakin membuatnya terlihat sangat cantik. Dengan cepat Dayu menaikkan penutup tubuh bawahnya dengan diiringi sorakan para pria, namun dia tak memakai kembali penutup dadanya. Matahari sudah mulai beranjak ke peraduannya sekarang, lalu Kristin meminta semua orang untuk kembali ke resort, semuanya diminta untuk berkumpul kembali di hot tub jam 10 nanti. Kami mulai berkemas dan berjalan menuju mobil, kami berjalan dengan santai dan saat kami tiba ke tempat parkir, yang tersisa hanya sebuah mini-van kecil dan orang yang masih ada berjumlah delapan orang. Iseriku adalah satu-satunya wanita dikelompuk ini dan pria yang kukenal dalam grup ini hanyalah Gary dan Dave. Garry naik ke kursi pengemudi dan menyuruh kita semua untuk segera masuk ke dalam mobil. Barusaja aku hendak menyuruh isteriku agar duduk di kursi belakang, namun Dave yang berada dikursi depan berkata, “Hey, Dayu, duduk disini saja, kupangku! Biar semuanya cukup.” Dayu sama sekali tak melirikku untuk meminta persetujuan. “Oke,” dia tertawa manja, “Tapi jangan macam-macam!” Kemudian dia naik ke pangkuan Dave, dengan masih hanya memakai penutup tubuh bawahnya saja. Para pria yang lainnya dengan cepat saling berebut naikke kursi tengah, membuatku terpaksa duduk jauh dibelakang. Semua orang kecuali aku dan Gary sudah dalam keadaan lumayan mabuk. Aku duduk dibelakang, disamping seorang pria yang keadaannya sudah mabuk berat, dan berbicara tentang sepak bola dengan suara yang sangat keras. Semua orang nampak asik dengan topik yang diangkat pria ini, jadi ada empat orang pria yang mabuk saling teriak satu sama lainnya dalam mini-van ini. Aku tak begitu ingin ikut masuk dalam pembicaraan mereka, karena aku ingin konsentrasi mengawasi isteriku yang berada di depan. Aku tak mau Dave mengambil kesempatan dlam situasi ini. Sudut pandangnku sangat kurang menguntungkan dan aku harus membungkuk ke depan untuk dapat melihat apa yang terjadi dikursi depan. Pada awalnya kulihat isteriku nampak bersandar ke tubuh Dave di belakangnya, yang berusaha memasang sabuk pengaman ke tubuh mereka berdua. Itu membuatnya harus meraih kedepan dan tangannya menyentuh payudara Dayu karenanya. Dave melakukannya lebih lama dari yang seharusnya, tapi Dayu hanya membiarkannya saja. Kami mulai memasuki jalanan yang jelek, membuat mini-van ini melompat-lompat dan yang berada didalamnya terguncang. Ditengah guncangan yang terjadi itu kuamati tangan Dave yang semula berada di dada Dayu bergeser ke pahanya. Keduanya asik mengobrol dan tertawa-tawa, tapi karena keberadaanku di belakang dan ditambah pula suar berisik para pria mabuk ini yang membicarakan sepak bola dengan sura yang keras membuatku dapat mendengar apa yang tengah dibcarakan Dayu dengan Dave. Satu dari pria mabuk ini menoleh padaku dan bertanya tentang team sepak boal favoritku. Aku berusaha untuk tetapa fokus pada kejadian di kursi depan, tapi aku tak ingin menarik perhatian para pria mabuk ini. Jadi kujawab pertanyaaan pria tersebut dan mulai masuk dalam perbicangan tentang sepak bola ini. Jalanan yang kami lalui bertambah semakin parah, dan aku harus susah payah menjaga posisiku agar tetap stabil dan pada perbincangan tersebut. Saat akhirnya aku bisa melirik ke arah depan lagi, keperhatikan Dayu dan Dave sudah tak memakai sabuk pengaman lagi. Tak ada yang kelihatan aneh. Tangan Dave masih berada dipinggang isteriku, meskipun sekarang posisi duduk Dayu agak lebih naik di pangkuan Dave dan terguncang naik turun. Kupikir guncangan tersebut disebabkan oleh buruknya kondisi jalan, namun saat mobil berhenti dilampu merah, kuperhatikan tubuh Dayu tetap bergerak naik turun. Aku tak bisa melihat ekspresi keduanya dan tiba-tiba saja sebuah prasangka buruk menyergap otakku, mungkin saat ini Dave sedang menyetubuhinya. Kecurigaanku semakin besar saat kuamati mereka berdua sama sekali diam tak saling bicara. Disisa perjalanan aku membungkuk ke depan dan mengamati tubuh isteriku terayun naik turun, menerka-nerka tentang kemungkinan kemungkin yang terjadi dikursi depan. Setelah sekitar dua puluh menitan, mobil berbelok arah dan sudah tampak resort di depan. Aku yang paling terakhir keluar dari dalam mobil dan aku bergegas menyusul Dayu yang sudah berjalan didepan bersama Dave dan Gary. Saat akhirnya aku berhasil menyusulnya, kuperhatikan kalau wajahnya tampak memerah dan dia sedikit berkeringat. “Hey,” kataku, saat semua pria sudah berjalan menjauh didepan. “Apa yang sudah terjadi dikursi depan tadi?”
“Apa? Apa yang sudah kamu lihat?” tanyanya, terdengar terkejut namun juga bersemangat.
“Aku tak bisa melihat, tapi kuperhatikan kalau Dave terlihat sangat menikmati keadaannya,” jawabku mencoba berkilah.
“Jangan marah, sayang, kami hanya bercanda saja,” dia mulai menjelaskan. “Dave terus mengeluh tentang celananya yang sangat sesak, jadi aku menyuruhnya untuk menurunkannya sedikit kalau dia mau. Sebenarnya aku cuma bercanda dan bermaksud menggodanya saja. Aku tak bermaksud agar dia benar-benar melakukannya, tapi dia sungguh-sungguh melakukannya. Andai saja kamu melihat betapa batang penisnya sungguh sangat besar ” terangnya dengan suara pelan namun punuh gairah
“Sayang, batang penisnya itu sungguh besar. Aku menggeseknya dengan pantatku beberapa saat. Lalu dia sepertinya menarik penutup tubuh bawahku kesamping dan kepala penisnya menyelinap masuk ke dalam bibir vaginaku begitu saja. Aku rasa itu tak sengaja. Dan kamu tahu kondisi jalannya yang sangat parah kan? Tubuhku jadi terangkat naik turun dan itu membuat batang penisnya semakin masuk bertambah dalam, hingga akhirnya… kamu mungkin tak percaya sayang, batang penisnya jadi masuk semuanya! Tapi baru sebentar saja aku merasakan vaginaku terisi penuh, mobilnya menghantam gundukan yang besar dan batang penisnya jadi tercabut keluar begitu saja, lalu kubetulkan lagi penutup tubuh bawahku dan selesai, itu saja.” Ekspresi wajahnya jadi bergairah dan menghiba disaat yang bersamaan. “Tak apa-apa kan sayang? Bukan masalah besar kan? Ini benar-benar kecelakaan dan lagipula dia tak sampai keluar.” Aku sama sekali tak mampu bicara. Isteriku telah berterus terang dengan sangat gamblang kalau dia baru saja menyetubuhi seorang pria. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Aku tak mungkin membuat keributan besar di resort ini, di hadapan semua orang. “Yah… kalau dia tak sampai keluar, kurasa itu tak maslah,” akhirnya jawabku lirih.
“Kamu sungguh suami yang sangat pengertian sayang!” teriaknya senang sambil memelukku. “Ayo, kita cari sesuatu untuk makan malam!”

Cerita seru Rental Sex

Sebut saja namaku Ari (samaran). Aku sekarang kuliah di YK semester tengah-tengah. Aku mempunyai wajah yang ganteng dan berat badan yang seimbang dengan tinggi badan, seketar 171 cm. Dan penis yang ukurannya dapat mengerangkan nafsu para cewek-cewek yang gila sama SEX. Aku termasuk orang gila sama ngesex, sering sekali aku melakukan onani (baik dengan sabun, body lotion, tangan kosong), tapi aku atur sedemikian rupa agar aku terus fit. Hobby-ku menonton BF sambil ngelus-elus penis yang sudah tidak sabaran mengeluarkan sperma. Setiap hari penisku harus kulatih dengan mengelus-elus dan mengocok-ngocok pelan dan halus (tidak sampai keluar) agar tetap pada kondisi ready stock. Aku mengeluarkan sperma biasanya pada saat nonton BF, aku telanjang sambil tiduran, lama-lama penisku menjadi tegang dan kuimbangi dengan kocokan lembut di batang penisku, biasanya kuletakan penisku di antara dua telapak tangan dan kumaju-mundurkan tangan kanan dan kiri berlainan arah. Wah.. nikmat sekali, dan kalau aku sudah sampai orgasme, aku lalu mencari adegan waktu ceweknya di atas cowok di bawah, dan ceweknya bergerak liar memutarkan vaginanya di kemaluan cowoknya. Lalu aku semakin puncak dan kupercepat kocokan dan sampailah, “Croott.. ah.. ccrroot..”
Muncratlah spermaku sampai 4?5 kali, dan wah.., badanku lemas, dan aku tertidur dengan bugil, dan sperma dimana-mana (di dada, paha, karpet, tangan dan bantal).

Kejadian seks yang mengesankan buatku, saat kupinjam CD BF ke salah satu rental VCD di daerah Yogya. Pinjam CD BF ini aku rutin satu minggu sekali, dan pinjam paling tidak 5 VCD (puas nek..). Saat aku masuk rental itu, terlihat yang jaga rental seorang cowok dan cewek, lalu kudatangi yang cowok (maklum kalau sama si cewek agak malu kucing).
“Mas.., full..” kataku sambil melepas helm dan duduk di kursi yang disiapkan.
“Oh.. ya..,”
Tidak lama cowok itu mengambil map warna merah yang di dalamnya berisi pilihan gambar CD BF dengan nomor pemesanan. Sesaat kupilih-pilih BF yang ada dari halaman pertama, sambil mencuri-curi pandang ke arah cewek yang sedang baca novel, maklum saat itu sedang sepi, jadi mereka bisa santai, kuperhatikan cewek disitu yang masih muda. Ya sekitar sama denganku, mungkin tingginya tidak begitu tinggi, sekitar 158 cm, dan berat badan yang montok sekitar 54 kg. Yang membuatku tidak kuat melepas pandangan dari dia adalah ukuran payudaranya yang cukup besar dan menggantung bebas di balik kaos ketat. Wah.., ini pepaya yang besar dan kenyal serta empuk kalau dihisap putingnya, maklum saja ukuran 36B, mana tahan kalau penis ini tidak naik. Penisku saat itu lagi pemanasan, ya.. tegang-tegang sedikit selain akibat pilih-pilih CD dengan gambar yang bugil ditambah lagi suguhan susu yang montok itu.
Tiba-tiba si cowok bilang, “Yang mana Mas..?”
Aku menjadi kaget, terganggu perhatianku terhadap susu montok itu, “Oh.., Ya.. ini nomer 27, Mas..”
“O.., Rin.. nomer 27..”
Segera si cewek itu berdiri dan berbalik mencari CD BF no. 27. Wow.., ternyata dia memiliki pinggul yang oke, tidak kalah lagi pantat yang super menonjol dan semok. Aku terus tidak henti-hentinya mengamati belahan pantat cewek itu yang kutahu namanya Rina. Belahan pantat Rina terpampang jelas, karena dia pakai celana kain ketat.
“Oh.. tidak ada, kelurar..” kata Rina sambil kembali duduk.
Terus aku tidak malu-malu pindah duduk ke dekat Rina biar jelas nomor berapa yang mau kupinjam. “Sebentar Mbak.., ini nomer 13 ada nggak..?”
“Sebentar saya cariin..”
Rina lalu berdiri lagi dan membelakangiku. Dia mencari dari atas sampai bawah, setelah lama mengurut, dia menemukan nomor 13 tersebut.
“Ah.. ini Mas ada kok..”
“Oh ya..,”
Aku lalu memeriksa CD itu, kucuri pandang ke susu yang montok itu. Memang kalau makin dekat makin jelas tonjolan susu rina ini, putingnya nampak tonjolannya di tengah-tengah gundukan payudaranya. Rina mengerti gelagatku yang terus mengamati susunya itu. “Mas.., mana lagi..? Kok jadi bengong..!”
“O.. ini Mbak.., nomer 40,” aku kaget sekali tiba-tiba diperingatkan seperti itu.
Aku sengaja memesan nomor yang baling bawah, sehingga Rina nanti bisa menunging membelakangiku. Rina berdiri, dan ternyata dia langsung mencari dari deret yang paling tengah, otomatis dia sedikit menungging. Wow.., ini baru pemandangan yang tidak kalah serunya deh.. Pantat dan belahan pantat Rina benar-benar asli dan oke sekali, kelihatan di selakangannya agak menjorok ke dalam gundukan tempat vaginanya singgah. Wah.. penisku tidak sadar sudah setengan tegak pengaruh dari pantat montok Rina itu. “Ini Mas.., nomer 40..”
“Oh.. ya.. Mbak sekalian 45, 50, 49 deh..”
Biar dia agak lama menungging, dan aku dapat menikmati belahan pantat Rina yang montok itu, dan sekilas gundukkan vagina yang tertutup celana ketat Rina.
“Ini Mas.., 45, 50, 49 ada lagi.”
“Udah cukup Mbak..”
Aku periksa, mungkin CD-nya tergores atau tidak. “Masnya sering pinjem BF di sini ya..?”
“Ya.. lumayan sih.., Kalo nggak seminggu sekali baru kemari..”
“Emmhmm.. rutin ya.. suka nonton BF ya.. Mas..?”
“Ya.., kalo lagi perlu nganggur aja, lagi bete nih..!”
“Kok bete.. kenapa..?”
Aku mulai akrab dengan Rina, dan kalau ngomong sudah tidak nanggung-nanggung lagi, aku yakin dia sudah mengerti masalah sex. “Ya.. kalo nggak dikeluarin bisa pusing nih..!”
“Ha.. ha.. ya.. keluarin aja..!” kata cowok yang ada di sebelah Rina, ternyata cowok itu mendengar percakapanku dengan Rina.
“Lah.. ya.., makannya aku pinjem BF ini, alat perangsang..” Setelah itu aku pulang dan menyalakan komputer dan nonton BF itu, tidak lupa aku telanjang dan menyiapkan handuk kecil untuk spermaku nanti muncrat dan body lotion sebagai pelicin. (Khayalan batang kemaluanku di dalam vagina cewek) Dan pada hari itu aku menghabiskan waktu dengan onani party di kamarku, nikmat dan puas. Lalu esoknya aku kembalikan CD BF itu. Sesampainya di depan rental X ini, kelihatan sepi-sepi saja, lalu aku masuk dan ternyata aku hanya melihat cowok saja yang jaga.
“Mas, kembaliin CD nih..!”
“I.. ya. Se.. bentar ya.., tang.. gung..” sambil nafas yang terengah-engah.
Aku curiga cowok ini kenapa, dia duduk dan kedua tangannya menggenggam kursi dengan erat dan dia kok melihat ke bawah terus.
“Ya.., tung.. gu ya.. Mas.. Ah.. ye.. ter.. us..” tidak lama cowok itu mengejang, dan, “Aku.. ke.. luar.., ah.. ah.. ah..” Setelah itu tidak lama kemudian keluarlah seorang cewek dari bawah tempat duduk cowok itu, wah.. ternyata Rina. Kelihatan sperma cowok itu ada di mulut Rina dan sebagaian di rambutnya.
“Halo Mas.., kembaliin CD ya..?” Rina menyapa dengan santainya.
“E.. i.. ya.”
Rina lalu menuju ke kamar mandi yang letaknya di belakang rental X ini. Rina masih berpakaian lengkap, oo.. ternyata dia baru mengkaraoke batang kemaluan cowok ini. “Ya Mas, ada yang bisa saya bantu..?” sapa cowok yang baru dipuaskan oleh Rina lewat mulut binalnya, sambil berdiri dan memasukkan penisnya yang masih basah karena sperma yang keluar terlalu banyak.
“Iya.. ini CD-nya.”
“Oh.., sebentar ya, Mas..”
Cowok ini memeriksa CD apa ada yang tergores atau tidak. Lalu kucoba untuk memberanikan diri bertanya sesuatu pada Mas ini, aku menjadi yakin kalau rental ini benar-benar xx.
“Mas maaf ya.., mau tanya.”
“Ya.., kenapa..?”
“Tadi itu..” sebelum aku selesai ngomong, “Oh.., tadi itu Rina minta oral sama kontol ini, biasa kok Mas, disini nyantai aja.”
“O.., jadi siapa saja bisa ya..?”
“Bisa aja, kalo sekedar oral, kocok kontol, emut kontol dan elus-elus aja.”
“Kalo.., sorry ya Mas.., kalo nge-sex sungguhan gimana..?”
“Ya, tanya aja ama Rina, temennya banyak kok. Dia seneng banget kalo nge-sex. Ya.. kan enak sih.”
“Jadi kalo onani disini bisa ya..?”"Kalo itu sih para pelanggan BF sering Mas. Si Rina tuh yang sering ngocokin kontol cowok. Ya.., kalo Rina nggak capek aja dan lagi ‘MUT’.” Dan tidak lama kemudian Rina kembali dari kamar mandi, kelihatannya dia baru keramas rambutnya, maklum terkena muncratan sperma cowok penjaga rental.
“Halo Mas. Pinjem BF lagi..?”
“Oh.., nggak kok.”
“Rin.., ini Mas mo kenalan ama kamu lebih dalam..” kata cowok rental X itu.
Aku kaget sekali cowok itu bilang seperti itu, “Ya Mbak.., boleh nggak..?”
“Itu Rin.., Mas ini mo kocokan binal kamu, kamu mau nggak..?”
“Bisa..” kata Rina sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
“Ya.. udah sana ajak ke atas aja Rin.., biar rentalnya kutunggu.”
Wah.., ini waktunya menguji perkasaanku, sudah lama penisku tidak ketemu sama sahabat karib si vagina. Lalu aku dan Rina naik tangga menuju lantai dua, dan Rina membawa satu CD BF dari rental itu. Sesampai di sebuah kamar, Rina mempersilakanku untuk duduk di ranjang yang cukup besar juga. Rina lalu mengunci pintu, dia meletakkan handuknya di kursi dan menyalakan TV dan CD player, dan memutar CD BF itu dengan volume yang cukup keras. Tidak lama kemudian terdengarlah erangan nafsu, dan terlihat adegan bugil-bugil dari CD tersebut, ini membuat batangku yang tidak sabar lagi melihat kemolekkan tubuh Rina. Rina lalu membuka jendela selebar-lebarnya, agar suasananya lebih natural. “Gimana Mas, e.. nama kamu siapa sih..?”
“Aku Ari, kamu pasti Rina to..?”
“Kok tau..?”
“Ya.. tau dong..,”
Tidak lama kemudian Rina mendekatiku, dan duduk di sampingku, dan tidak segan-segan lagi tangan kanan Rina memegang batang kemaluanku yang masih terbungkus celana pantangku, dielus-elus dan kadang-kadang diremas-remas.
“Ari suka sex ya..?”
“Ya. Ah.., kamu pinter deh nge-sex..!”
“Ah.., kata siapa..?” sambil tetap mengocok-ngocok kemaluanku, dan aku masih pasif merasakan gesekan tangan Rina. “Ya, ah.., hemm.., kata Mas di bawah tadi.”
“Ooo, Mas Ucok toh..,”
Sekarang Rina duduk di hadapanku, dan menjongkok sambil tangannya tetap mengocok habis batang kejantananku yang sudah setengah tegang itu.
“Ar.., udah dibuka ya..? Biar kontol kamu nggak tersiksa ama CD kamu, biar ngacengnya sempurna.”
“Ya.., udah.. buka aja..”
Rina pelan-pelan membuka celanaku dari sabuk sampai membuka resleting-nya, setelah celanaku terbuka, aku sedikit mengangkat pantatku untuk memudahkan Rina melepas celana, dan sekarang aku tinggal menggunakan CD biru-ku, dan pakaianku masih terpakai. Lemparkan celanaku di kursi dan Rina mulai duduk kembali di selakanganku, dan aku masih dalam keadaan duduk di pinggir ranjang rental X.
“Hemm.., ah.. kontol kamu kelihatanya besar juga Ar..,” puji Rina sambil mengelus-elus naik turun penisku yang masih terbungkus CD.
“Ah.. ya.. hem.. oughg.. ye..” erangan yang tidak dapat kutahan lagi, ditambah erangan dari CD BF yang dinyalakan oleh Rina tadi menambah hot suasana di kamar rental X. Rina sedikit demi sedikit membuka CD-ku, dan terlihatlah batang kemaluanku yang sudah mengacung keras seperti rudal siap lepas kendali.
“Wow.., Ar.. kontolmu lumayan juga nih..” sambil tetap mengocok naik turun kejantananku, “Kamu rawat ya..? Kok tegaknya sempurna banget sih..? Keras lagi..,”
“Ah.., te.. rus.. rin.. don.. stop..!”
Rina mulai mengocok keras, cepat, dan tiba-tiba pelan, keras lagi, pelan lagi. Wah.. ini membuat aku menjadi kelabakan, ternyata Rina ahli juga membuat cowok melayang, hampir saja aku keluar tapi aku tetap bertahan. Kemudian Rina mulai mengocok batang kemaluanku dengan tangan kiri dan tangan kanannya mengelus-elus telur. Wa.., ini nikmat sekali, geli-geli gimana ya..! Kadang-kadang dia menusuk-nusuk anusku dengan telunjuk kanannya.
“Ah.. ya.. te.. rus.. Rin.. kamu.. ahli deh..!”
Sekarang Rina mulai dengan mulutnya, perlahan-lahan dimasukkan penisku ke mulut binalnya.
Saat masuk mulutnya, “Ah.., hemm.. ye.. ah..”
Aku sedikit mengangkat pantatku, terasa dingin geli dan enak sekali, lain dengan onani. Perlahan-lahan Rina mengkocok penisku dengan mulutnya dan lidahnya yang lincah.
“Ha.., ough.., ehmm.., ye.. te.. rus..” kupegangi rambutnya, aku tarik turunkan kepalanya untuk mengatur kocokan mulutnya di penisku.
“Ehhmm.., Eh.. em..,” suara mulut Rina yang penuh dengan batangku.
Tidak lama dia menarik nafas, dan mengeluarkan penisku dari mulutnya.
“Ah.., hemm.., kamu kuat sekali Ar.. Biasanya cowok-cowok kalo dioral dikit udah keluar..”
Lalu dia melanjutkan dengan menyedot telurku, dan dilepaskan sampai bersuara, “Ploks.. ploks..”
Tarian lidah Rina di ujung kepala penisku dan sampai anusku juga tidak ketinggalan dari nafsu seksnya itu. Dan setelah beberapa menit lamanya aku bertahan dari tarian lidah Rina di penisku, aku mulai merasa tidak kuat menahan spermaku yang mau keluar.
“Ah., Rin.., aku.. mo.. ah.. ye.. keluaarr..!”
Dan Rina mulai memasukkan semua penisku di mulutnya, dan dikocoknya dengan cepat dan keras.
Tidak lama kemudian, “Ahh.. crroot.. crroott.. ah.. ye.. yes..!”
Rina menutup mulutnya rapat-rapat supaya spermanya tidak keluar dari mulutnya. Dan selama 30 detik lamanya dia menekan mulutnya tetap di penisku, dan meyakinkanku tidak keluar lagi. Lalu dia melepaskan mulutnya dari penisku, dan menelan semua spermaku walaupun ada yang keluar sedikit dari mulutnya. Aku lemas dan telentang di atas ranjang dengan telanjang bawah saja, dan aku merasa panas dan aku melepas semua pakaianku. Sekarang aku bugil, telanjang tanpa sehelai benang di hadapan Rina yang menikmati spermaku.
“Kamu lumayan juga Ar..! Bisa bertahan beberapa menit lamanya.”
“Ah.. biasa aja tuh..!”
“Kamu pake obat ya..? Irex kali..?”
“Ah.. nggak juga.”
“Udah.., kamu istirahat dulu. Aku mo bersihkan mulutku nih.. Eh, makasih spermanya lho.. gurih..!” katanya sambil terseyum.
Dia menuju kamar mandi yang ada di kamar itu. Ternyata dia sikat gigi, biar tidak bau kali. Aku beristirahat sambil telanjang menunggu Rina keluar dari kamar mandi. Dengan ditemani CD BF yang dari tadi tidak usai-usai, menambah batang kejantananku tidak mau tidur, penisku masih tegak walaupun tidak sekeras tadi. Tidak lama kemudian Rina keluar dari kamar mandi, dia tetap berpakaian lengkap, kaos ketat dan celana kain ketat. Rina mendekatiku yang lagi telentang telanjang di ranjang, dia duduk di sampingku.
“Lho.., kontol kamu kok nggak turun-turun sih..?”
“Ya.., itu lihat BF mana bisa turun, apalagi susu kamu yang montok itu menggoda kontolku.”
“Ah.., kamu bisa saja.” candanya sambil langsung tangan kanannya mengocok-ngocok pelan batangku yang sudah setengah tegak.
Perlahan-lahan dia menunduk dan mencium bibirku dengan bibir tebalnya itu. Aku langsung melumat habis bibirnya, permainan lidah Rina memang mahir, dan aku imbangi saja dengan permainan lidah yang tidak kalah mahirnya. Sekitar beberapa menit kami bermain kiss dan kiss, dan Rina tetap mengocok penisku, aku mulai menjelajahi susunya yang montok itu, kuremas dengan tanganku yang dari tadi gatal sekali. Terasa kenyal dan empuk sekali susu Rina, kuelus-elus dan kugesek-gesek halus putingnya dari luar kaos. Sekarang rina melepaskan lumatan bibirnya, dan mengerang merasakan tarian tanganku di susunya itu.
“Ah.., ye.. em.. enak.. Ar.. te.. rus.. ya.. itu.. ough..” tangan Rina tetap mengocok-ngocokku dan aku berusaha melepaskan kaos Rina dan dia langsung membantunya dengan melepaskan sendiri kaos ketatnya itu.
Nah.., sekarang terpampang susu Rina yang tertutup BH 36 itu. “Rin.. aku buka ya.. biar terlihat bebas..”
“Buka aja..”
Rina lalu mengangkat kedua tangannya memudahkanku melepas kaitan BH yang ada di belakang, susu Rina yang montok itu terpampang bebas di depan wajahku, dan aku langsung saja melahap habis susu Rina yang besar sekali. Kusedot, kuremas dan pelintir putingnya.
“Ah.. ye.. oug.. hem.. te.. rus.. Ar..!” mulai tidak jelas ucapan Rina.
Kami mulai duduk berhadap-hadapan, dan selakangan Rina mulai dibuka lebar, dan aku duduk di antaranya, sehingga aku puas mempermainkan susu montok Rina. Kupegang kedua puting Rina yang cukup menonjol itu, dan kupelintir bebarengan.
“Ah.. ye.. ah.. aow.. yes.. no.. ough..”
Kepala Rina bergerak tidak karuan, ke kanan ke kiri. Kurebahkan Rina dan kududuk di perutnya, aku mengarahkan penisku di belahan susu Rina, dan kurapatkan susu Rina yang besar itu untuk menjepit penisku dan aku maju-mundurkan penisku.
“Ah.. Rin.. su.. su.. ah.. ye.. em.. puk enak..” aku mulai kocok susu Rina sampai susu Rina berwarna merah.
Ternyata Rina menikmati ini, dan aku tidak sabaran lagi ingin menikmati vagina cewek ini. Aku mulai turun dan mengelus-elus vagina Rina dari luar celana ketatnya, terasa sekali vaginanya sudah becek sekali akibat permaian panas kami. Kusuruh Rina berbalik telungkup, dan terlihat resleting celananya masih tertutup rapat. Kumulai menurunkan resleting itu, Rina sedikit mengangkat pantatnya agar memudahkanku untuk melepas celananya, dengan posisi menungging ini pantat Rina kelihatan makin montok dan bahenol. Tidak lama kulepas celana ketat Rina. Wah.., ternyata Rina benar-benar terangsang sekali. CD kuning tipisnya bawah total, dengan posisi menungging ini bongkahan vagina makin terlihat, apalagi Rina merenggangkan selakangannya. Aku mengelus-elus bongkahan itu dengan tangan telunjukku, Rina sedikit mengangkat pantatku akibat rangsangan tanganku, dan biasanya pantat Rina otomatis maju mundur dengan sendirinya. Lalu aku melepas CD kuning tipis mulik Rina itu dengan pelan-pelan, dan Rina memberi sensasi dengan memutar-mutarkan pantatnya, wowo.. woo.., ini bari sex dan super model sex, dia pintar sekali meningkatkan nasfu sex lawannya. Terlepas sudah CD Rina, terlihat bebas pantat yang putih mulus tanpa cacat dan vagina yang memerah basah dan berambut rapih. Aku mulai mengelus-elus permukaan pantat Rina.
“Ah.. Ar.. ehmm.. ouhghh.. ah.. ye.. langsung aja Ar.., aku.. nggak.. tahan.. oh.. ye..” sambil merem melek Rina menahan nafsunya.
Langsung aku mendekatkan wajahku di belahan pantat Rina, dan langsung melumat habis vagina Rina dalam posisi menungging. “Ah.. ye.. dalam.. Ar.. ough.. ye.. oh.. ye..” sambil meliuk-liukkan tubuh semok-nya itu Rina mengerang tidak karuan, karena kupermainkan klit-nya Rina dengan lidahku.
Kunaik-turunkan lidahku di penjolan daging itu. Belahan vagina Rina lumayan tebal, dan merah warna dalan vaginanya dan becex sekali. Beberapa saat kemudian aku memasukkan dua jariku, yang satu kumasukkan di vagina Rina dan yang satu lagi kumasukkan di anusnya.
Pelan-pelan kumasukkan, “Hemmah.. pelan.. pelan.. Ar.. ya.. te.. rus di.. kit..lagi.. ough..” Rina mengangkat pantatnya sebagai reaksi jari masuk di vagina dan anusnya.
Pelan-pelan kukocok anus dan vagina Rina dengan jariku. “Yac.. ah.. le.. bih.. cepat.. Ar, oh.. ye.. oh.. no.. ye.. ya.. oug.. hemmh.. cepet..!”
Aku mulai mempercepat kocokanku di kedua lubang kenikmatan Rina. Sementara itu aku tidak menyia-nyiakan susu yang menggelantung bebas. Dalam posisi nunggi ini aku dapat melihat dengan bebas gerakkan tubuh Rina yang bahenol dan montok. Kuremas dan pelintir putingnya.
“Ah.. Ar.. aku.. kee.. ke.. lu.. ar.. nggaa.. kuu.. at..”
Aku merasa Rina mulai dalam kondisi orgasme yang memuncak, kupercepat kocokan tanganku di vagina dan anus Rina. Tidak lama kemudian Rina mengejang dan mengangkat badannya dengan gemetaran, dan terasa cairan hangat dari dalam vagina Rina.
“Serr.. serr..” lumayan banyak sampai keluar dari permukaan vagina Rina. Rina lelah dan terkulai lemas di ranjang dengan posisi telungkup telanjang. Lalu tanganku kucabut dari vagina dan anus Rina, terlihat cairan yang lumayan kental dan putih di jariku, lalu kuusapkan ke kejantananku sebagai pelicin. Kukocok-kocok pelan dan lembut penisku agar tetap tegang dan tegak berdiri. Sementara itu Rina telanjang dan membelakangiku, aku lalu membalikkan dia.
“Rin, orgasme kamu hebat banget deh..”
“Oh.. ah.. kocokan jari kamu hebat sekali, kamu belajar dimana sih..? Kok tau kelemahanku..?” sambil terus mengocok penisku.
“Ya.. nonton BF aja kan udah pengalaman.”
“Ah.. kamu bisa aja.” katanya sambil menggantikan tanganku untuk mengocok batangku yang mau keluar lagi.
“Rin, boleh aku coba vagina kamu ini..?” sambil kuelus-elus vaginanya.
“Boleh..” Lalu kulebarkan selakangan Rina, dan kurangsang dulu dengan oral di vaginanya. Lidahku menyusuri vaginanya dari atas ke bawah dan ke atas lagi dan seterusnya. Rina mulai mendesah keenakan.
“Ehhmm.. ah.. ye.. Ar.. sekarang aja kontolmu masukin deh..!”
Lalu kupegang kedua paha Rina, lalu kuangkat ke atas, terlihat jelas vagina Rina yang sudah membuka lebar dan becek. Pelan-pelan kumasukkan batang kemaluanku ke vagina Rina. “Ouhg.. hemm.. ah.. ye..” erangan Rina menerima sodokan pertama penisku.
Aku mulai memaju-mundurkan penisku dengan pelan-pelan.
“Oh.. ye.. shiit.. ah.. ye..” erangku.
Enak benar vagina Rina, dindingnya berdenyut-denyut. Aku mulai percepat kocokanku, dan semakin cepat.
“Ah.. Ar.. yes.. oh.. no.. ough.. hemm.. ya.. ya.. te.. rus.. Ar.. dalam..” kepala Rina yang tidak karuan ke kanan dan ke kiri.
Kuvariasi kocokanku dengan pelan-pelan, lalu tiba-tiba cepat sekali, pelan lagi cepat lagi dan seterusnya, biasanya kuputar pantatku agar penisku memutar di vagina Rina. “Ya.. ini.. oke.. Ar.. te.. rus.. ough.. ye.. hem..” Rina menyukai gerakan memutar dari pantatku.
Sekitar 3 menit gerakan ini berlangsung, kubalikkan Rina dengan posisi menungging, dan kutancapkan lagi penisku di vagina Rina dari belakang. Dengan pegangan pinggul Rina yang semok itu aku langsung percepat.
“Oh.. ye.. Rin.. vaginamu oke..”
“Kontol kamu.. ouhg.. hemm.., hebat.. Ar.. te.. rus.. da.. lam..!” Setelah beberapa saat, tiba-tiba, “Ah.. Ar.. aku akan, aku.. ke.. luar..!”
“Ta.. han.., nanggung nih! Ah.. ye.. hemm..!”
Terasa aku sudah sampai, kusuruh Rina untuk duduk di atasku, dan dia memegang penisku, dan dimasukkannya ke vaginanya.
“Ouh.. ya.. Rin.. kamu.. hebat..!”
“Ya.. Ar.., cepet ya..! Aku, keluar.. ah.. hemm..!”
Lalu rina mempercepat gerakannya dengan sangat liar, dia merangkulku dan menggerakkan pantatnya untuk mengocok batang kejantananku dengan cepat. “Oh.. Ar.. aa.. ku.. ngga.. k.. tahan.. keluar.. hem..!”
“Ki.. ta.. samaan.. aku.. keluar.. juga..”
Dalam hitungan tiga detik, “Crroot.., crroott.. ah.. ah.. ye..”
“Seerr.., sreerr..” kumuncratkan spermaku ke dalam rahim Rina, dan terasa sekali semburan cairan hangat Rina di kepala penisku.
Rina lemas di dadaku, dan kami tertidur di ranjang itu dengan bertelanjang ria. Setelah istirahat beberapa jam, aku terbangun, ternyata Rina sudah tidak ada di sampingku. Lalu kukenakan bajuku dan turun ke tempat rental, dan ternyata Rina ada disana.
“Mas Ari udah bangun ya..? Nggak mandi dulu Mas..?”
“Oh.., nggak Rin, makasih.”
“Nggak pinjem BF lagi..?”
“Ah.. tidak dulu. Lagi pembuangan besar-besaran tadi di atas.”
Rina tersenyum, lalu aku pulang ke kostku dan aku langsung mandi. Besok-besoknya aku ke rental X itu untuk kocokan penis saja sama Rina. Setelah beberapa bulan aku tidak kesana, kuketahui Rina tidak di situ lagi. Kutanya sama Mas yang jaga di rental X itu dimana Rina berada, ternyata Rina ke Jakarta. Wah.., nyesal sekali nih.. mulai nih.. tidak ada pemuasan sex selain onani deh. Demikian pengalaman ngeseksku saat aku kuliah.