Wednesday 22 February 2012

Cerita seru Hilangnya Keperjakaanku

Ayahku adalah seorang Kepala Sekolah Dasar dan Ibuku adalah seorang Guru Agama di salah satu MTs di Kota P, sebuah kota kecil di wilayah E - Jawa Tengah, jadi bisa dibayangkan betapa ketat mereka mendidik anak-anaknya dalam hal keagamaan. Setiap sore aku wajib mengaji di sebuah langgar di kampungku agar jiwa keagamaan terpateri dalam jiwaku. Itulah keadaanku. Kurang lebih tiga belas tahun yang lalu saat aku jadi pengangguran setelah gagal mengikuti UMPTN, aku merantau ke Jakarta untuk mencari kerja sambil menunggu kesempatan untuk ikut UMPTN berikutnya. Selama di Jakarta aku menumpang ditempat kontrakan kakakku yang juga masih bujangan, yang saat itu sudah bekerja. Sekian lama di Jakarta rupanya keberuntungan belum berpihak kepadaku, sehingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang kampung. Soalnya kupikir mending jadi pengangguran di kampung sendiri daripada lontang-lantung di kota orang. “Mas..!! Aku besok mau pulang saja ke P,” aku minta ijin kakakku malam harinya setelah ia istirahat.
“Lho, ngapain pulang? Kan mending di sini dulu, sambil nyari-nyari kerja. Siapa tahu sebentar lagi dapat kerjaan.”
“Ah enggak enak nganggur terus di sini Mas. Mending nganggur di P aja. Banyak temannya. Di sini lontang-lantung sendirian enggak enak.”
“Ya sudah kalau maumu begitu.” Akhirnya kakakku tidak bisa berbuat banyak dan membiarkan aku pulang ke Kota P keesokan harinya. Siang itu aku sudah berangkat dari Grogol, tempat kontrakkan kakakku ke arah Pulo Gadung untuk pulang kampung dengan bus malam. Akhirnya aku memperoleh bus yang lumayan longgar, karena memang penumpangnya sedikit. Aku memilih bangku yang isi 2 dibelakang dekat pintu belakang. Karena kebetulan tempat itulah yang masih kosong. Lainnya sudah terisi walau cuma satu-satu. Aku tidak ingin duduk dengan orang yang tidak kukenal karena aku memang agak kurang bisa bergaul. Bus berangkat dari Pulo Gadung dengan banyak bangku yang masih kosong. Begitu sampai Cakung, bus berhenti lagi dan banyak sekali penumpang yang ikut naik. Salah satu yang kebetulan memilih duduk dikursi sebelahku adalah seorang perempuan yang kalau kutaksir mungkin umurnya sekitar 29 tahun-an. Saat itu aku masih baru 19 tahunan. Tubuhnya cukup tinggi untuk ukuran wanita Indonesia yaitu sekitar 160 Cm dengan bobot yang cukup proporsional. Tidak gemuk dan tidak pula terlalu kurus. Kulitnya putih bersih dengan potongan rambut pendek ala Demi Moore. Wajahnya tidak begitu cantik tapi cukup menarik untuk dipandang. “Sini masih kosong dik??” tanyanya yang sempat mengagetkanku
“Ooh.. ap..apa mbak?”
“Bangku ini masih kosong enggak? Ngalamun ya?” ia mengulangi pertanyaannya sambil tersenyum.
“Oh iya mbak masih kosong kok!!”
“Enggak mengganggu kan kalau aku duduk disini?”
“Oh..eh..enggak apa-apa mbak!!” Akhirnya perempuan itu duduk di sebelahku. Yach, walaupun tidak begitu cantik namun orangnya putih bersih. Dalam hati aku sempat bersorak juga, aku pikir ini mungkin rejeki juga soalnya masih banyak kursi kosong eh, kok perempuan ini malah memilih duduk di kursi paling belakang. Dan dasar aku yang sulit bergaul, aku jadi cuma berani mencuri-curi pandang kearahnya tanpa berani memulai percakapan. Hatiku dag-dig-dug tak karuan soalnya gugup kalau berdekatan dengan perempuan yang belum kukenal. Rupanya lama-lama perempuan itu tahu juga kalau aku selalu mencuri-curi pandang kearahnya. Karena pas aku lagi melirik kearahnya, tiba-tiba ia menengok kearahku sambil tersenyum. Plos! Aku tak sanggup berkata apa-apa saking gugupnya karena ketahuan telah mencuri-curi pandang. “Kenapa dik? Ada yang salah dengan diriku?”
“Eh..oh.. enggak apa-apa kok mbak,” jawabku gugup.
“Lho dari tadi Mbak amati kamu selalu mencuri-curi pandang padaku memangnya kenapa?” ia masih tersenyum.
“Ah, eng..enggak kok mbak. Saya memang suka grogi kalau berdekatan dengan wanita yang belum kenal kok mbak.”
“Ooo.. begitu ya. Eh, ngomong-ngomong adik ini mau kemana?”
“Saya mau pulang ke Kota P, mbak! Nah kalau mbak sendiri mau kemana?” tanyaku agak berani setelah percakapan mulai terbuka.
“Sama dik! Saya juga mau ke Kota P, tepatnya ke K. Adik P-nya di mana?”
“Sa.. saya di kotanya mbak!”
“Kalau di kotanya.. kenal sama mbak I enggak? Dia itu anaknya pak S yang jadi Kepala SD di K. Dia juga rumahnya di kota-nya.”
“Ooh, mbak I yang dulu pernah jadi juara bintang radio ya mbak? Kalau itu sich saya kenal banget, wong itu kakakku yang paling besar kok. Dan dia sekarang malah tinggal di Jakarta ikut suaminya. Sekarang dia ngajar di salah satu SMUN di Halim.”
“Ooh jadi adik ini adiknya mbak I ya? Kok saya dulu waktu main ke rumah mbak I nggak pernah ketemu adik?” Setelah melalui percakapan yang panjang akhirnya aku tahu namanya adalah mbak Yn dan bekerja di Instansi Keuangan di bilangan Kalibata Jakarta Selatan. Ia kebetulan pada saat itu mau pulang untuk cuti selama dua minggu. Dari percakapan itulah aku juga tahu bahwa ia sudah menjadi janda karena suaminya kawin lagi dan ia memilih cerai daripada dimadu. Ia berumur 29 tahun saat itu dan sudah memiliki seorang anak perempuan yang baru berumur 5 tahun yang tinggal dengan Bapak Ibunya mbak Yn di K. Kami berdua semakin akrab, karena mbak Yn memang orangnya supel dan pintar bicara. Pada saat ia mengeluarkan kue kering untuk dibagikan padaku, tanpa sengaja tanganku dipegangnya. Badanku mulai gemetar tak tahu apa yang harus kulakukan, sehingga aku tetap memegang tangannya yang halus walaupun kue-nya telah kupegang dengan tangan yang satunya. Tanpa sadar kami masih berpegangan tangan untuk beberapa saat dalam kegelapan bus malam yang melaju kencang menembus kegelapan malam. Tanpa kata-kata kami saling meremas jemari masing-masing dalam kegelapan, karena memang lampu bus telah dimatikan. Hatiku semakin berdebar tak karuan. Apalagi saat kulirik ia juga menengok ke arahku sambil tersenyum. Aku malu sekali, ingin kulepaskan tangannya, tetapi justru ia semakin erat menggenggam jemariku. Bahkan ia menyenderkan tubuhnya ke badanku. Aku semakin gemetar dan panas dingin dibuatnya. “Dik Gaber kenapa? Kok gemeteran sih?”
“Eh.. oh.. enggak kenapa-kenapa kok mbak!”
“Memang dik Gaber belum pernah punya pacar?”
“Sudah pernah sich mbak.. cuman cinta monyet. Biasa, cuman surat-suratan waktu SMA dulu,” gemeteranku semakin kelihatan dalam suaraku.
“Ooh, makanya gemeteran begini. Mbak ngantuk boleh tidur nyandar bahu dik Gaber khan?” Tanpa menunggu jawaban dariku, mbak Yn telah menyandarkan kepalanya ke tubuhku. Aku yang duduk di dekat jendela jadi semakin terpojok. Entah disengaja atau tidak pada saat ia menyandarkan tubuhnya ketubuhku bagian dadanya yang empuk ketat menekan lenganku. Hal ini membuat aku yang belum pernah berdekatan dengan wanita menjadi sangat terangsang. Batang kemaluanku mulai menggeliat bangun dan mengeras yang menimbulkan rasa sakit karena terjepit celana jeans-ku yang ketat. Kemudian tanganku dilingkarkan kepundaknya dan sekarang ia menyandar di dadaku dengan tangan yang bebas memelukku. Udara malam yang dingin semakin membuat kami terlena dalam kehangatan saling berpelukan. Apalagi suasana bus yang gelap sangat berpihak pada kami. Tangan mbak Yn bergerak perlahan menyusur tulang iga-ku dan bergerak terus ke atas ke bawah. Aku yang merasa kegelian dan terangsang bercampur aduk jadi satu menjadi sesak napasku. Ia terus menggerakkan tangannya sampai akhirnya ia pun memegang tanganku yang satunya dan dibimbingnya ke arah dadanya. Dengan rasa penasaran dan takut kubiarkan saja apa yang dilakukannya. Aku membiarkan saja tanganku dibimbing kearah dadanya yang kalau kulihat dari kaus yang dikenakannya besarnya sedang. Begitu menyentuh tonjolan bukit yang membusung di balik kaos mbak Yn, tanganku ditekannya. Aku mengikuti saja apa yang dilakukan oleh mbak Yn. Karena belum tahu apa yang musti dilakukan dalam menghadapi situasi semacam ini, tanganku hanya bergerak menekan-nekan seperti apa yang dibimbing mbak Yn tadi. Sementara itu tangan mbak Yn sudah mulai berpindah. Sekarang tangannya mengelus lututku kearah atas dan balik lagi ke bawah sehingga membuat batang kemaluanku yang kencang menjadi semakin sakit karena terjepit celanaku yang ketat. Aku menggeser kakiku untuk memperbaiki posisi batang kemaluanku yang terjepit celana dangan merenggangkan kedua kakiku agak terbuka. Hal ini membuat tangan mbak Yn semakin leluasa bergerak menyusur paha ku di bagian dalam hingga keselangkanganku dan menekannya dengan lembut begitu tangannya berada di atas bagian celanaku yang menonjol. Napasku semakin sesak mendapat perlakuan yang seumur hidupku baru kurasakan ini. Apalagi kemudian tangan mbak Yn seolah-olah memijat dan meremas batang kemaluanku yang sudah sangat kencang dari luar celana jeans-ku. Sementara tanganku tanpa sadar sudah mulai meremas-remas kedua bukit payudara mbak Yn bergantian dengan gemasnya. “Sekarang sabuk dik Gaber dilonggarkan,” bisik mbak Yn.
“Ken.. kenapa mbak??” bisikku kaget.
“Kalau kencang begini kan ini-nya bisa kesakitan,” kata mbak Yn sambil menekan batang kemaluanku dari luar. Seperti kerbau dicucuk hidungnya aku nurut saja apa yang dikatakan mbak Yn. Kulonggarkan sabukku dan duduk dengan posisi seperti semula. Aku yang semula penakut sekarang menjadi lebih berani. Dengan tabah kutelusupkan tanganku kedalam kaos mbak Yn lewat bawah, kemudian merayap mengelus perutnya yang halus ke atas dan terus keatas hingga berhenti di atas bra mbak Yn yang lembut. Tangan mbak Yn bergerak ke balik punggungnya dan tiba-tiba kurasakan kain penutup bukit payudara mbak Yn jadi longgar. Rupanya tadi mbak Yn membuka kait bra-nya yang ada di belakang. Aku jadi leluasa bergerak meremas dan mengelus kedua bukit payudaranya yang kenyal dan halus silih berganti. Serasa mendapat mainan baru aku dengan gemas dan antusias meremas, mengelus dan meraba-raba kedua tonjolan bukit payudara mbak Yn yang kenyal dan halus itu. “Mmhhh,” napas mbak Yn kudengar mulai memburu saat dengan gemas putting payudaranya yang mulai mengeras itu kupelintir dengan jepitan telunjuk dan ibu jariku. Lalu aku sendiri merasakan sekarang tangan mbak Yn mulai menarik ritsluiting celana jeans-ku dan menyusupkan tangannya kebalik CD-ku. Napasku tertahan dan badanku semakin panas dingin saat tangan mbak Yn yang lembut mulai menyelusup ke dalam CD-ku dan mengusap rambut yang tumbuh di sekitar kemaluanku. Tanganku semakin liar meremas dan meraba kedua bukit kembar di dada mbak Yn, ketika kurasakan ada sesuatu yang meledak-ledak dan mendorong di bawah pusarku karena tangan mbak Yn yang hangat dan lembut kini sudah mulai mengusap dan meremas batang kemaluanku dengan lembut. Mungkin mbak Yn yang sudah berpengalaman mengetahui keadaanku hingga semakin kencang meremas dan mengurut batang kemaluanku yang sudah sangat kencang. Napasku seolah terhenti, dan mataku erat terpejam saat kurasakan sesuatu yang mendesak di perut bagian bawahku tidak dapat kutahan lagi dan meledak. Badanku serasa mengawang dan kurasakan suatu kenikmatan yang belum pernah kurasakan saat rasa ingin kencing yang tidak dapat kutahan lagi keluar dan membasahi tangan lembut mbak Yn. Crrrtt! Cratt! “Ahhh!”, tanpa sadar aku melenguh. Aku jadi malu sekali pada mbak Yn.
“Enak dik??” bisik mbak Yn mesra.
“Ah, mbak Yn. Saya jadi malu karena mengotori tangan mbak.”
“Enggak apa-apa kok. Memang dik Gaber belum pernah keluar itu-nya?”
“Kalau onani sendiri sich pernah mbak, tapi kalau yang begini, be.. belum mbak…”
“Terus kalau tidur sama cewek sudah pernah belum?”
“Be.. belum mbak. Saya enggak berani.”
“Nah kalau belum pernah dan ingin merasakan tidur dengan cewek, nanti kita bisa nginap dulu sebelum pulang. Dik Gaber mau enggak?”
“Ah, sa.. saya takut mbak!”
“Lho, takut sama siapa? Kan mbak enggak nggigit, malah bikin kamu keenakan iya kan?” Aku terdiam karena tidak tahu musti menjawab apa. Di sisi lain aku ingin dan penasaran sekali merasakan bagaimana rasanya tidur dengan cewek, sementara di sisi lain aku merasa takut pada apa. Entahlah aku tidak tahu. Mungkin dogma agama yang telah tertanam dalam diriku bahwa tidur dengan perempuan yang bukan muhrimnya adalah zina, membuat rasa takutku timbul. Lama aku bergulat dalam pikiranku antara ya dan tidak, tetapi rupanya syeitan telah keluar sebagai pemenangnya. Kediamanku ternyata dianggap sebagai persetujuanku. Bus kami sampai ke Kota P dini hari. Pukul 03.00 bus kami sudah masuk terminal. Sementara untuk pulang harus berganti bus lagi dan belum ada bus yang ke kotaku yang berangkat. Apalagi mbak Yn yang dari kotaku masih harus naik angkutan pedesaan lagi, jadi cukup beralasan kalau kami akhirnya memutuskan untuk menginap. Kami pun akhirnya mencari penginapan yang banyak bertebaran di sekitar terminal. Singkat cerita kami pun check-in satu kamar. Kemudian aku langsung masuk kamar mandi dan mandi karena risi CD-ku basah sekali oleh air maniku sendiri setelah di bus tadi aku sempat mengalami orgasme karena dikerjain mbak Yn. Selagi mandi tiba-tiba mbak Yn masuk ke kamar mandi dengan tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya yang putih. Aku terkesiap. Mataku melotot menyaksikan pemandangan luar biasa yang baru seumur-umur kulihat ini. Tubuhnya yang polos berdiri di depan mataku tanpa ada rasa sungkan sama sekali. Kulitnya putih bersih, perutnya yang cukup rata tanpa guratan bekas melahirkan kelihatan serasi dengan tonjolan bukit payudara-nya yang sedang besarnya yang masih kencang menggantung di dada mbak Yn. Putingnya kulihat besar dan berwarna agak kecoklatan. Sementara di bagian bawah perutnya tampak tonjolan bukit yang lebat ditumbuhi bulu-bulu hitam yang sangat lebat. Sehingga kulihat sangat kontras sekali perpaduan antara kulitnya yang putih bersih tanpa cacat berpadu dengan sebentuk warna hitam yang terpusat di bawah perutnya. Aku masih melongo saat ia memencet hidungku sambil tersenyum dan mengatakan ingin ikut mandi sekalian.
“Aku mandi sekalian aja. Soalnya udah keburu ngantuk, biar tidurnya enak!” demikian ia berkilah.
“Ak.. aku malu mbak,” dalam hatiku sebenarnya senang soalnya ini adalah pertama kali aku dapat melihat tubuh wanita telanjang. Syeitan benar-benar telah memanangkan diriku. Yang kuingin pada saat itu adalah cuma rasa penasaran.
“Alaah.. pakai malu segala,” desisnya, “Ayo sini mbak mandiin.” Aku diam saja karena tak mampu berkata-kata lagi. Kemudian mbak Yn mengambil sabun dan mulai menggosok tubuhku yang sudah basah dengan tangannya yang penuh sabun. Perlahan rasa nikmat itu menyerangku lagi saat tangan mbak Yn menggosok punggungku dengan sabun dan sebentar-sebentar tonjolan lembut dan hangat di dadanya menekan punggungku dari belakang saat ia menyabun dadaku dari arah belakang. “Akhhh,” aku mendesah panjang saat mbak Yn dengan memelukku ketat dari belakang menyabun tubuhku bagian bawah, aku begitu terangsang. Di punggungku menempel ketat tonjolan bukit payudara yang lembut dan hangat, sedangkan selangkanganku digosok-gosok dan diurut tangan mbak Yn yang lembut. Kupejamkan mataku untuk menikmati sensasi yang luar biasa bagiku. Aku merasakan betapa batang kemaluanku yang sudah tegang berdenyut-denyut dalam genggaman tangan mbak Yn yang licin karena busa sabun. Ia terus mengurut-urut batang kemaluanku ke atas dan ke bawah dengan lembut dengan sesekali diselingi remasan di kantung buah zakarku. Napasku kian memburu dan desahanku kian kencang. “Ouchh, shhhh, mbaaakkk.. ouchhhhh!” aku hampir saja merasakan adanya sesuatu yang mendesak hendak keluar dari bawah perutku. Dan mbak Yn yang rupanya sudah cukup berpengalaman tahu keadaanku hingga ia menghentikan aksinya.
“Sekarang gantian mbak yang dimandiin dong,” pinta mbak Yn tak berapa lama kemudian. Aku pun mengguyur tubuh telanjang mbak Yn dengan air dan kemudian tanganku dengan canggung mulai menyabuni punggungnya. “Pelan-pelan dik, jangan takut,” bisiknya yang membuat keberanian dan rasa pede-ku mulai bangkit. Aku pun mulai meraba (menyabuni) punggung mbak Yn kemudian tanganku mulai berani nakal mulai turun ke pinggulnya, terus turun dan akhirnya dengan gemas tanganku mulai meremas sambil menyabuni buah pantat mbak Yn yang besar dan indah. Lalu setelah puas bermain-main dengan pantat mbak Yn, aku pun mengikuti gaya menyabun mbak Yn tadi. Tanganku merayap ke depan dan mulai menyabuni kedua buah gumpalan yang menggantung indah di dada mbak Yn. Dengan gemas kuurut bukit kembar itu sehingga putingnya mulai mengeras.
“Oohhhh, enaakkk diiik. Terusshhhh, shhhh!” mbak Yn mendesis-desis seperti orang kepedasan. Aku pun tak lupa menempelkan batang kemaluanku yang sudah mengencang sejak tadi ke tengah-tengah belahan buah pantat mbak Yn yang membuatku merasa sangat nikmat. Apalagi mbak Yn kemudian menggoyangkan pinggulnya menggeser dan semakin erat menekankan batang kemaluanku ditengah belahan kedua belah buah pantatnya yang licin karena sabun. “Ouchh, ter.. ter.. ushh dik,” mbak Yn mendesis desis ketika tanganku mulai bergerak-gerak menyabuni gundukan bukit kecil yang lebat ditumbuhi rambut di selangkangan mbak Yn. Tubuhnya semakin liar bergerak menggeser batang kemaluanku yang terjepit di sela-sela bongkahan buah pantatnya. Tubuh kami yang licin sangat membantu pergerakan dan gesekan-gesekan tubuh kami. Hal ini membuat sensasi yang luar biasa bagi kami berdua. Batang kemaluanku yang terjepit diantara belahan buah pantat mbak Yn dan tubuhku sendiri semakin berdenyut denyut. Aku sudah tidak tahan lagi.
“Oochh.. mbaakkk aku su.. sudah tak ku.. aatthh mbaaak!” bisikku di telinganya. Mbak Yn pun menghentikan gerakannya dan memintaku untuk segera membersihkan tubuh kami dari sabun. Beberapa siraman air dingin ternyata cukup untuk menolongku untuk tidak sampai mengeluarkan air maniku yang sudah mendesak-desak ingin disalurkan. Aku merasa agak cool walau pun batang kemaluanku masih tegak berdiri. Dan setelah selesai mengeringkan tubuh kami dengan handuk, mbak Yn segera menuntunku untuk menuju ke tempat tidur. Dengan masih bertelanjang bulat kami bergandengan tangan dan melemparkan tubuh kami ke tempat tidur double-bed yang empuk. Kami berbaring saling bersebelahan. Mbak Yn yang sudah berpengalaman rupanya tahu bahwa aku masih sangat hijau dalam hal seperti ini. Dengan serta merta tanganku dibimbingnya ke arah dadanya, sementara tangannya sendiri juga mulai mengelus dadaku. Kembali kami saling raba dan saling pencet. Tanganku segera meremas bukit payudaranya dengan gemas bergantian kanan dan kiri. “Oohhh, terushhh diiik,” Mbak Yn terus mendesah.
“Aahhh!”, aku pun ikutan mendesah tatkala tangan mbak Yn kembali mengurut-urut batang kemaluanku dengan lembut. Tubuhku menggigil menahan kenikmatan yang luar biasa ketika tangan mbak Yn mengocok-ngocok batang kemaluanku.
“Mbaak, oohhhh!”
“Sek.. sekarang kamu naik.. diiik.. oochhh” mbak Yn pun rupanya sudah tak tahan lagi. Kemudian dipentangkannya kedua pahanya lebar-lebar dan disuruhnya aku untuk naik keatas perutnya. Aku pun dengan arahan mbak Yn segera menempatkan diri di tengah-tengah pentangan pahanya dan mulai menindih tubuhnya. Tangan mbak Yn segera memandu batang kemaluanku dan diarahkannya ke tengah-tengah gundukan daging di bawah perutnya yang lebat ditumbuhi rambut.
“Akhhhh!, aku mengerang saat ujung kepala kemaluanku mulai digesek-gesekkan oleh mbak Yn ke celah-celah yang begitu hangat dan sudah basah.
“Doronghh.. pelan-pelannh diik. Ouchhh!!”
“Hkk. Ouchhh,” napasku seolah terhenti seketika ketika ujung kepala kemaluanku mulai menerobos celah yang sempit, hangat dan licin di sela-sela paha mbak Yn. Mbak Yn pun kudengar napasnya tertahan “Achhh, oochh, terushh.. doronghhhh!” Aku terus mengikuti aba-aba mbak Yn. Kutarik pantatku ke atas begitu kurasakan kira-kira hampir separuh batang kemaluanku terbenam dalam celah kemaluan mbak Yn, dan kemudian kudorong lagi ke bawah. Setelah beberapa kali kulakukan hal itu aku disuruh untuk menekan dan membenamkan seluruh batang kemaluanku ke dalam liang kemaluannya “Sekkaranghhh, ma.. masukkanhh.. Ouchhh!”, Mbak Yn menjerit tertahan saat kutekan pantatku kuat kuat hingga seluruh batang kemaluanku terbenam kedalam liang kemaluannya yang masih cukup sempit dan sangat hangat. Mbak Yn pun segera menggerakkan pinggulnya memutar. Baru beberapa putaran dilakukan mbak Yn. Tiba-tiba aku merasakan seolah-olah batang kemaluanku seperti diremas-remas oleh jepitan daging yang licin dan hangat sehingga mataku sampai terpejam erat-erat menahan nikmat yang amat sangat. Aku merasakan seolah olah ada desakan yang maha dahsyat yang mendesak dari bawah pusarku. Desakan itu terlalu kuat untuk dapat kutahan
“Ouuchh.. mbakkk, akk sudahhh oochhhhhh”, dengan erangan yang panjang aku merasakan seolah-olah tubuhku tersentak oleh aliran listrik ribuan volt, jiwaku seolah melayang dan kepalaku terdongak ke atas. Mbak Yn yang sudah tahu kondisiku semakin gila memutar pantatnya diangkatnya pantatnya tinggi-tinggi untuk menyongsong sodokanku.
“Terr.. russh. Terushhh.. ohhh.. terussshhhh”, desisnya tak henti-henti. Sementara aku sudah tidak mampu lagi menahan ledakan yang sedari tadi kucoba untuk menahannya. Dan crrrt, cratttt! Jebolah pertahananku. Air mani keperjakaanku menyembur di dalam liang kemaluan mbak Yn yang hangat dan memenuhi semua celah yang ada di dalamnya. Badanku masih terkejat-kejat untuk beberapa saat lamanya seolah-olah menuntaskan sisa-sisa kenikmatan yang ada.
“Terr.. ushhh.. diiikkk, terusshhhh!”, desisnya berulang-ulang. Namun aku sudah tak mampu bergerak lagi. Dengan gemas mbak Yn yang rupanya sedang dalam pendakian segera membalik tubuhku dan kini posisinya menindihku. Walau pun sudah terkuras air maniku, namun batang kemaluanku belum begitu mengendur. Sekarang giliran mbak Yn yang bergerak di atas perutku. Tubuhnya bergerak liar seperti seorang joki yang sedang menaiki kuda balap. Payudaranya bergoyang-goyang indah.
“Ayo, putar pinggulmu diikkkh.. ouchhh.”
Aku pun mengikuti komandonya. Kugerakkan pinggulku memutar seperti yang diinginkan mbak Yn.
“Ya, ya.. beg..ituuu. Ouchhhh! Terushhhh!” akhirnya kurasakan jepitan liang kemaluan mbak Yn semakin erat menjepit batang kemaluanku. Tubuh mbak Yn tersentak dan matanya membeliak.
“Ouchhhh, terrushhhh,” dan akhirnya tubuhnya ambruk di atas perutku. “Shh.. kamu.. sudah cukup hebbathhh dikk!”, napasnya mulai teratur.
“Tapi saya kalah mbak, saya sudah keluar duluan!”
“Enggak apa apa. Mbak juga bisa orgasme kok! Memang kamu baru kali ini merasakan bersetubuh ya dik?”
“Iya mbak. Terima kasih ya mbak telah memberikan pengalaman yang berharga bagi saya.”
“Saya justru yang terima kasih, kamu telah memberikan kehangatan pada mbak yang sudah cukup lama tidak merasakan seperti ini sejak bercerai dulu.” Begitulah kami pun lalu beristirahat sambil tetap berpelukan dengan tubuh mbak Yn masih tetap menindihku dan batang kemaluanku masih tetap menancap di dalam kehangatan liang kemaluan mbak Yn.

No comments:

Post a Comment